Dia menyebut mantan KSAD itu sebagai kesatria yang teguh memegang prinsip, kerap berpikir di luar kelaziman (out the box) dan sederhana.
Salah satu contohnya terkait penggunaan arloji.
Teknologi jam tangan di masa lalu, kata Hendropriyono lebih banyak menggunakan semacam pegas/per yang perlu sering digerakkan agar jarum bergerak konstan.
Karena tangan yang sering bergerak itu tangan kanan, jadilah Wismoyo mengenakan jam tangan di tangan kanannya.
Padahal lazimnya kebanyakan orang mengenakan arloji di tangan kiri.
"Itu pertimbangan sederhana dan logis dari seorang Wismoyo. Sampai sekarang, bekas anak buah Pak Wismoyo itu ya disuruh nggak disuruh ngikutin pakai arlojinya di tangan kanan karena lebih banyak bergerak," tutur Hendropriyono.
Dia mengaku sangat kehilangan dengan sosok atasannya. Saat menerima kabar Wismoyo berpulang, Hendropriyono menyempatkan diri untuk bertakziah ke kediamannya di Bambu Apus, Jakarta Timur.
"Saya tak kuasa memendung air mata, terkesan kembali oleh sikap-sikap kepemimpinan almarhum. Saya sadar, saya juga akan mengikuti jejak beliau. Saya juga sudah tua, 76 tahun, akan menyusul ke alam baka juga. Saya berdoa semoga Pak Wismoyo mendapat tempat terbaik di sisi Allah SWT," tutur Hendropriyono.
Wismoyo lahir di Bondowoso, Jawa Timur, 10 Februari 1940.
Dia mengembuskan nafas terakhir pada Kamis (28/1/2021) pukul 04.29 WIB di RS Pondok Indah, Jakarta.
Dia dimakamkan di Giribangun, Solo, Jawa Tengah. [Democrazy/dtk]