Namun, target Presiden Jokowi ini dinilai tidak realistis dengan kondisi di lapangan dan kendala yang dihadapi dalam program vaksinasi massal ini.
Pakar epidemiologi dr Tifauzia Tyassuma mengungkapkan tidak akan mungkin menyelesaikan vaksinasi kepada seluruh rakyat Indonesia dalam setahun.
Bukannya pesimistis, tetapi banyak hal yang menjadi alasan mengapa vaksinasi massal tidak semudah itu dilakukan.
"Ini kan soal suntik dan tusuk. Kalau tusuk Pilkada, Pilpres lebih gampang. Tinggal diminta berbaris, selesai dalam satu hari. Kalau suntik (vaksin) itu prosedurnya banyak," tegasnya di kanal YouTube Hersubeno Arief Point.
Dijelaskannya, sebelum dilakukan vaksinasi atau disuntik vaksin, seseorang harus diperiksa dulu kesehatannya.
Dilihat dulu faktor risiko-risikonya, ada atau tidak dan tidak asal suntik.
"Pertama harus dilakukan pemeriksaan kesehatan dulu. Daftar yang dieksekusi banyak sekali," katanya.
Di sisi lain dengan beragam jenis vaksin yang dibeli oleh pemerintah juga memiliki syarat dan targetnya juga berbeda. Kemudian jenis-jenis vaksinnya beda.
Misalnya, kata dia kloter pertama Sinovac, tidak boleh diberikan pada orang dengan usia di atas 59 tahun dan di bawah 18 tahun.
Aturan itu belum tentu berlaku untuk vaksin lainnya.
"Nanti kalau pakai vaksin Novavax beda lagi konfigurasinya, Pfizer juga beda lagi sasarannya dan ini sangat-sangat rumit." ujarnya.
Karenanya, dokter Tifa menyarankan kepada Menkes Budi Gunadi Sadikin agar menyampaikan kondisi ini kepada Presiden Jokowi.
Ini agar presiden bisa memahami kondisi di lapangan tidak semudah yang dibayangkan dengan target yang hanya 12 bulan.
"Saya harus katakan ke Mas Menkes, harus berani ngomong ke Pak Presiden bahwa enggak mungkin dalam 12 bulan. Jadi sesuaikan dengan reality lah. Harus diperjelas dulu," tegasnya. [Democrazy/jpnn]