Ketua F-PDIP DPRD DKI Jakarta Gembong Warsono menilai situasi pandemi tidak dapat dijadikan ukuran macet tidaknya Jakarta.
"Situasi saat ini tidak bisa dijadikan ukuran," kata Gembong saat dihubungi, Minggu (17/1/2021).
Menurutnya, kemacetan memang menurun. Namun, dalam kondisi pandemi COVID-19 pergerakan warga menjadi terbatas.
"Turun, tapi dalam posisi pandemi seperti saat ini, memang pergerakan orang menjadi terbatas," kata Gembong.
Gembong menilai, hal ini karena dalam beberapa bulan Jakarta menerapkan pembatasan berskala besar.
Sehingga membuat pergerakan warga di luar rumah menjadi terbatas.
"Kenapa? Sekian bulan Jakarta menerapkan PSBB, yang berakibat pembatasan pergerakan warga," pungkasnya.
Diketahui, DKI Jakarta keluar dari daftar 10 besar kota termacet di dunia versi TomTom Traffic Index.
Kini, Ibu Kota Indonesia masuk urutan ke-31 dari 416 kota yang diukur berdasarkan lembaga survei ini.
Hal itu diumumkan Pemprov DKI Jakarta di akun Instagram-nya. Pemprov DKI merujuk data dari situs TomTom Traffic Index.
"Terima kasih kepada seluruh masyarakat Jakarta. Menurut TomTom Traffic Index terbaru, Jakarta keluar dari 10 besar kota termacet di dunia. Kini, Jakarta berada di posisi ke-31 dari 416 kota lain yang berarti kemacetan semakin berkurang," tulis Pemprov DKI Jakarta melalui akun Instagram @dkijakarta, Minggu (17/1/2021).
Dalam survei yang dikeluarkan oleh perusahaan spesialis teknologi lokasi ini dijelaskan kondisi lalu lintas Jakarta dalam kurun empat tahun terakhir.
Pada 2017, tingkat kemacetan mencapai angka 61 persen yang menyebabkan DKI Jakarta masuk peringkat empat besar kota termacet di dunia.
Setahun kemudian tepatnya pada 2018, DKI berhasil menurunkan tiga peringkatnya menjadi peringkat ke-7 kota termacet di dunia.
Adapun tingkat kemacetan pada 2017 sebesar 53 persen.
Pada 2019, DKI masuk peringkat ke-10 dengan tingkat kemacetan 53 persen.
Kini, pada 2020, DKI Jakarta turun 21 peringkat dari tahun sebelumnya dengan tingkat kemacetan hanya 36 persen. [Democrazy/dtk]