"Komisi Pemilu mengumumkan Yoweri Museveni terpilih sebagai Presiden Republik Uganda," kata Ketua KPU Simon Mugenyi Byabakama pada Sabtu (16/1), dilansir dari BBC.
Museveni memenangkan hampir 59 persen suara dari sekitar 18 juta pemilih terdaftar. Sementara itu, Wine tertinggal dengan 35 persen suara.
Sebelumnya, orang nomor satu di Uganda itu mengklaim pemungutan suara pada Kamis (14/1) menjadi yang paling bebas dari kecurangan.
Byabakama pun mengamininya dengan mengatakan Pemilu berlangsung damai. Wine lantas diminta membeberkan bukti atas tuduhan penipuannya.
"Dengan senang hati, saya akan membeberkan video semua kecurangan dan pelanggaran segera setelah internet pulih," ujar Wine.
Pemerintah Uganda memang memadamkan internet menjelang hari Pemilu.
Keputusan ini dikecam para pemantau Pemilu karena merusak kepercayaan penghitungan akibat pemadaman selama berhari-hari.
Dalam wawancara telepon dengan BBC World Service, Wine bahkan mengaku ia dan istrinya dilarang keluar rumah oleh tentara.
"Tidak ada yang diizinkan masuk atau keluar dari rumah kami. Semua jurnalis, baik lokal maupun internasional, telah diblokir untuk menemui saya di rumah," ungkapnya.
Pemilu kali ini juga dilaporkan lebih banyak diwarnai kekerasan dari sebelumnya.
Banyak korban tewas akibat tindakan keras pasukan keamanan terhadap perkumpulan massa pendukung oposisi.
Puluhan orang tewas dalam kekerasan menjelang Pemilu. Pendukung dan staf kampanye oposisi pun berulang kali ditangkap.
Pihak oposisi juga menuduh pemerintah melakukan pelecehan.
Tak heran, Museveni dapat melanjutkan masa jabatan keenamnya. Pria yang telah berkuasa sejak 1986 itu mengklaim hanya dirinya yang dapat menciptakan stabilitas di negara itu.
"Pemilu dengan mesin memastikan tidak ada kecurangan. Tapi kami akan mengaudit dan melihat berapa banyak orang yang memilih dengan sidik jari dan berapa banyak dari mereka yang memilih hanya dengan menggunakan pendaftaran," kata Museveni untuk menampik tudingan kecurangan setelah dinyatakan sebagai pemenang.
Sementara itu, Uni Eropa, PBB, dan sejumlah kelompok HAM telah menyuarakan keprihatinan mereka.
Pasalnya, selain misi Uni Afrika, tidak ada kelompok besar internasional yang boleh memantau pemungutan suara.
Awal pekan ini, AS yang merupakan donor utama Uganda juga membatalkan misi pengamat diplomatiknya ke sana. Mereka mengaku mayoritas stafnya ditolak izinnya untuk memantau TPS.
Tak heran, Departemen Luar Negeri AS mengatakan Pemilu berlangsung dalam 'lingkungan intimidasi ketakutan'.
Museveni berkuasa setelah pemberontakan bersenjata pada tahun 1986. Ia merupakan pemimpin Gerakan Perlawanan Nasional (NRM).
Sosoknya telah lama dicitrakan sebagai seorang pembebas dan pembawa perdamaian di Uganda.
Namun, ia justru mempertahankan cengkeramannya pada kekuasaan dengan mendorong kultus kepribadiannya, memanfaatkan patronase, membahayakan lembaga independen, sekaligus menggembosi lawannya.
Sementara itu, Bobi Wine adalah bintang reggae yang dikenal oleh para pendukungnya sebagai 'presiden ghetto'.
Didukung Platform Persatuan Nasional (NUP), timnya mengampanyekan kebutuhan dasar, seperti perbaikan akses kesehatan, pendidikan, air bersih, dan keadilan. [Democrazy/akrt]