Rasio utang pemerintah terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) sebesar 38,68 persen.
Posisi utang tersebut naik sekitar 2,77 persen dari catatan pada akhir November 2020.
Pada bulan itu, posisi utang pemerintah tercatat berada di angka Rp5.910,64 triliun.
Dikutip dari APBN Kinerja dan Fakta edisi Januari 2021, kenaikan utang disebabkan dampak COVID-19 serta peningkatan kebutuhan pembiayaan pemulihan ekonomi nasional.
Komposisi utang pemerintah itu mayoritas berasal dari Surat Berharga Negara (SBN) sebesar Rp5.221,65 triliun atau 85,96 persen dan sisanya pinjaman sebesar Rp852,91 triliun.
Jika dirincikan, utang yang berasal dari SBN domestik tercatat sebesar Rp4.025,62 triliun.
Sementara itu, SBN dalam bentuk valuta asing atau valas sebesar Rp1.196,03 triliun.
Pun, pinjaman dalam negeri tercatat sebesar Rp11,97 triliun. Sedangkan, pinjaman luar negeri Rp840,94 triliun.
Lalu, bilateral Rp333,76 triliun dan multilateral Rp464,21 triliun.
“Dari sisi mata uang, utang Pemerintah pusat semakin didominasi utang dalam mata uang Rupiah, yaitu mencapai 66,47 persen dari total komposisi utang pada akhir Desember 2020,” tambah dalam keterangan tersebut.
Kementerian Keuangan menyatakan, komposisi utang pemerintah tetap dijaga dalam batas tertentu.
Hal ini sebagai pengendalian risiko sekaligus menjaga keseimbangan makro ekonomi.
Merujuk Undang-Undang (UU) Keuangan Negara Nomor 17 tahun 2003 mengatur batasan maksimal rasio utang Pemerintah adalah 60 persen terhadap PDB.
“Portofolio utang Pemerintah dikelola dengan hati-hati dan terukur, Pemerintah Indonesia melakukan diversifikasi portofolio utang secara optimal,” demikian tambahan isi keterangan tersebut. [Democrazy/suaranasional]