Ferdinand menilai tindakan 6 laskar FPI ditembak mati sudah tepat.
Disitat dari akun Twitter pribadinya, Ferdinand menyadari, membunuh merupakan hal yang bertentangan dengan hukum.
Namun, kasus penembakan yang dilakukan polisi terhadap Laskar FPI merupakan pengecualian.
Sebab, saat itu, polisi sedang dalam kondisi terancam.
“Siapa pun dilarang membunuh di negara ini, termasuk presiden. Tapi aparat negara, alat negara yang mengambil tindakan tegas melakukan penembakan terhadap pelanggar hukum yang melawan dan membahayakan petugas adalah saha atas nama UU. Jadi itu bukan pembunuhan,” ungkapnya, dikutip Selasa (8/12/2020).
“Aparat negara diberi kewenangan oleh UU untuk mengabil tindakan tegas dalam menjalankan kewajibannya. Termasuk menembak seseorang untuk menghentikan upaya yang membahayakan nyawa petugas, lingkungan, atau masyarakat lainnya. Prosedurnya jelas, aturannya ketat, mustahil Polri asal-asalan,” sambungnya.
Tindakan yang menurutnya sudah tepat itu, kata Ferdinand, mestinya membuat polisi tersebut mengalami kenaikan pangkat.
Baik yang secara langsung menewaskan enam Laskar FPI, atau mereka yang bertugas di belakangnya.
“Naikkan pangkat para petugas polisi yang bertugas dan menewaskan enam orang di Tol Cikampek tersebut,” tegasnya.
Sebelumnya, Kapolda Metro Jaya Irjen Pol Fadil Imran mengatakan, mulanya dia dan rekan-rekan kepolisian mengendus adanya kemungkinan pengerahan massa terkait pemeriksaan Habib Rizieq di Polda Metro Jaya, Jakarta Pusat.
Tanpa ragu, pihaknya pun membuntuti kelompok tersebut.
Sialnya, kata Fadil, saat memasuki KM 50, kelompok itu mulai bertindak ofensif dengan memepet dan menyerang polisi.
Itulah mengapa, pihaknya melakukan perlawanan hingga melepas tembakan.
Imbasnya, enam orang yang diduga pengikut Imam Besar FPI tersebut meninggal dunia, sementara kendaraan polisi mengalami kerusakaan. [Democrazy/sra]