Bukhori menganggap insiden mematikan yang menimpa Laskar FPI saat tengah mengawal Habib Rizieq untuk mengisi pengajian subuh itu sebagai tindakan biadab, dan tidak berperikemanusiaan.
“Sejujurnya, saya sangat menyesalkan tindakan oknum yang sangat gegabah dalam melakukan penindakan tersebut sehingga mengakibatkan hilangnya enam nyawa manusia sekaligus,” kata Bukhori dalam siaran persnya, Selasa (8/12).
Anggota Komisi VIII DPR ini juga menyoroti sejumlah kejanggalan dalam insiden itu. Sebagai contoh, kata Bukhori, lokasi tempat kejadian perkara (TKP) tewasnya keenam Laskar FPI yang tidak teridentifikasi dengan jelas.
Selain itu, bukti proyektil peluru yang bersarang di mobil petugas kalau benar terjadi baku tembak, hingga fungsi intelijen yang seolah kecolongan karena tidak mampu melakukan antisipasi dini bila benar anggota FPI terbukti memiliki senjata.
Menurut Bukhori, terdapat missing link dalam narasi yang disampaikan oleh kepolisian sehingga ruang yang tidak utuh tersebut justru menimbulkan skeptisisme bagi publik.
Ketua DPP PKS ini menganggap ada dugaan pelanggaran HAM (Hak Asasi Manusia) serius yang telah dilakukan akibat arogansi oknum aparat dalam peristiwa itu.
Sebab, lanjut Bukhori, mengacu pada keterangan resmi DPP FPI sebutkan bahwa anggota mereka yang menjadi korban justru tidak membawa senjata api maupun senjata tajam, atau dalam posisi mengancam aparat sebagaimana disebut pihak Polri.
Bukhori menyebut kejanggalan itu makin menguat mengingat posisi para korban saat itu dalam rangka melakukan pengawalan terhadap Imam Besar FPI Habib Rizieq Shihab yang akan melakukan dakwah keluar kota.
Saat itu, lanjut Bukhori, Laskar FPI bukan dalam rangka memobilisasi massa ke Jakarta dalam rangka menghalangi penyidikan Polri terhadap Habib Rizieq Shihab sebagaimana dirisaukan oleh aparat.
“Ini adalah tindakan teror terhadap pemuka agama untuk kesekian kalinya. Ironisnya, tindakan kali ini justru dimotori oleh oknum aparat hingga mengakibatkan terenggutnya nyawa orang lain yang tidak bersalah,” kata Bukhori.
Menurut dia, pemerintah semestinya menjadi yang terdepan dalam melindungi setiap warga negaranya, sekalipun mereka berseberangan pikiran dengan penguasa.
“Sejak awal saya telah memperingatkan pemerintah supaya mengutamakan komunikasi yang persuasif, bukan intimidatif. Lakukan pendekatan yang merangkul, bukan memukul dalam menghadapi pihak yang kritis,” tutur Bukhori.
Karena itu, mantan anggota Komisi III DPR ini mengusulkan supaya pemerintah segera membentuk Tim Pencari Fakta (TPF) untuk menguak peristiwa itu.
TPF itu akan dipimpin oleh Komnas HAM beserta sejumlah pihak independen yang kompeten, dan netral dalam rangka mendukung proses penyelidikan.
Bukhori menegaskan bahwa hal ini perlu segera dilakukan untuk mengungkap peristiwa sebenarnya, mengingat kedua pihak yang berselisih, yakni FPI dan Polri, bersikukuh dengan klaimnya masing-masing.
Selain itu, pembentukan tim ini juga dalam rangka mitigasi risiko terjadinya perselisihan di tengah masyarakat akibat beredarnya informasi yang simpang siur.
“Kita perlu mengungkap dalang di balik semua ini dan meminta penegakan hukum terhadap pelaku dilakukan seadil-adilnya,” pungkas Bukhori. [Democrazy/pjst]