Risma didampingi staf sambil membawa karung memunguti sampah yang berserakan di lokasi demo.
Kemunculan orang nomor satu di kota Surabaya tersebut membuat fokus peserta demo yang semula memperhatikan orasi dan teatrikal buyar seketika.
Salah satu peserta meminta agar Risma memperhatikan nasib warga Surabaya yang terancam akibat undang-undang tersebut.
"Nasib kesejahteraan wargamu terancam, mana suaramu," teriak salah satu pendemo.
Risma dan jajaran sempat mendatangi demonstran tersebut. Namun, ia tak mengatakan sepatah katapun.
Hal tersebut memancing ratusan demonstran lainnya menyoraki Risma dengan teriakan menolak Omnibus Law.
"Tolak, tolak, tolak Omnibus Law, tolak, tolak, tolak Omnibus Law," teriak massa.
Risma lantas menjauh dari kerumunan massa. Ia sempat bertemu dengan dua orang massa aksi yang mengeluhkan Omnibus Law.
Politisi PDI Perjuangan itu mengaku, telah menyampaikan aspirasi para buruh dengan mengerimkan surat kepada Presiden Joko Widodo.
"Aku sudah berjuang mengirimkan surat ke mana-mana tanya pemimpinmu ," kata Risma.
Risma telah mengirimkan surat kepada Presiden Joko Widodo, untuk meninjau ulang pengesahan Omnibus Law UU Cipta Kerja.
Surat itu dikirimkan jauh hari sebelum aksi demonstrasi terjadi di Surabaya sejak 6 hingga puncaknya 8 Oktober 2020, yang berakhir dengan ricuh.
Dalam surat bernomor 560/9002/436.7/2020 yang dikirimkan 5 Oktober itu, kepada Presiden Jokowi, Risma menyampaikan aspirasi dari para pekerja dan buruh tentang pengesahan Omnibus Law Cipta Kerja.
Ia pun meminta Jokowi untuk mempertimbangkannya. [Democrazy/mnkg]