POLITIK

Tak Seperti Mallarangeng Di Era SBY, Beda Dengan Johan Budi Saat Di KPK, Fadjroel Rachman Ini Jubir Apa 'Jutwit'?

DEMOCRAZY.ID
November 16, 2020
0 Komentar
Beranda
POLITIK
Tak Seperti Mallarangeng Di Era SBY, Beda Dengan Johan Budi Saat Di KPK, Fadjroel Rachman Ini Jubir Apa 'Jutwit'?

Tak Seperti Mallarangeng Di Era SBY, Beda Dengan Johan Budi Saat Di KPK, Fadjroel Rachman Ini Jubir Apa 'Jutwit'?
DEMOCRAZY.ID - Posisi Juru Bicara (Jubir) Presiden yang kini dijabat Fadjroel Rachman sedang disorot setelah Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko menyatakan yang berhak mewakili Istana hanya dirinya, Mensesneg Pratikno dan Sekab Pramono Anung. 

Selain ada yang mengusulkan jabatan itu dibuang saja, ada juga yang menyoroti kebiasaan Fadjroel yang lebih banyak jadi "jubtwit" alias lebih banyak ngetwit atas nama pribadi, ketimbang bicara sebagai jubir yang selalu menyampaikan berbagai kebijakan-kebijakan penting pemerintah. 


Seperti apa seharusnya yang dilakukan Jubir Presiden? Fadjroel semestinya layak berguru ke dua seniornya. 


Andi Mallarangeng, Jubir Presiden di era SBY, dan Johan Budi, eks Jubir KPK yang jadi Jubir Presiden di periode pertama Jokowi.


Andi Mallarangeng membagikan pengalamannya saat menjadi Jubir Presiden SBY di periode 2004-2009. 


Di era pemerintahan SBY jilid pertama itu, ada dua Jubir Presiden. Andi Mallarangeng dan Dino Patti Djalal. Andi untuk persoalan internal, Dino untuk eksternal. 


Andi mengatakan, tugasnya saat itu adalah membuat pernyataan kepada publik terkait sikap dan pandangan Presiden. 


Tugas utamanya adalah berbicara untuk mewakili sikap dan pikiran Presiden dalam berbagai urusan. Ekonomi, politik, sosial, hukum, sampai urusan pertanian. 


Makanya, saat mendengar kabar bahwa Jubir Presiden saat ini tak mewakili Istana, Andi kaget. 


"Terus terang, saya kaget dengan pernyataan Pak Moeldoko,” ucapnya, saat berbincang dengan Rakyat Merdeka, tadi malam. 


Pernyataan Moeldoko yang dimaksud terkait tidak masuknya Jubir Presiden yang berhak mewakili Istana dalam memberikan berbagai pernyataannya.


Andi mengatakan, perannya sebagai Jubir Presiden sangat sentral. Ia berbicara di semua bidang. Malah, dalam kasus tertentu, ia bisa meminta informasi dari menteri untuk berbicara atas nama pemerintahan. 


Andi menjelaskan, di era itu, juga ada Mensesneg dan Seskab yang ikut memberikan pernyataan. Tapi, Mensesneg biasanya terkait dengan lembaga tinggi negara. 


Sementara, Seskab berkaitan dengan kabinet pemerintahan. 


"Lepas dari itu, dari hari ke hari, saya yang berbicara yang mewakili sikap dan pikiran Presiden," ujarnya. 


Apakah pernah ditegur SBY karena kesalahan membuat pernyataan? Politisi Demokrat itu mengaku, tidak pernah. Pekerjaannya mulus. 


Menurut dia, kesuksesannya bekerja tak lepas dari kepercayaan yang diberikan SBY kepadanya. Ia punya full akses untuk bertanya pikiran dan pendapat Presiden terkait berbagai isu. 


"Misalnya, ada pertanyaan dari wartawan yang belum bisa saya jawab, saya tanya dulu ke Pak SBY," kenangnya. 


Andi menambahkan, di era itu, memang tak ada lembaga Kepala Staf Kepresidenan. Karena itu, Jubir satu-satunya yang mewakili sikap dan pandangan Presiden. Berbeda dengan sekarang. 


Saat ini yang banyak muncul ke publik justru staf khusus KSP. Orangnya pun berbeda-beda. Setiap isu ditanggapi berbeda-beda pula. 


"Padahal, perlu kejelasan siapa yang berhak mewakili Presiden," ujarnya. 


Andi menekankan, komunikasi itu penting. Agar publik mengetahui isi pikiran dan sikap Presiden. Tanpa ada yang mengatakan, orang akan bingung. 


Jangan salahkan masyarakat kalau terjadi kesimpangsiuran informasi. Karena sumbernya pun simpang siur. 


Menurut dia, tak masalah jika Moeldoko yang mengambil peran jubir. Persoalannya apakah Moeldoko siap dengan tugas sebagai jubir juga mengurusi urusan lain. 


"Apakah KSP bisa fill time. Saya khawatir keberatan beban. Kedodoran juga. Karena tugas jubir itu harus full time 24 jam. Tapi, tentu itu pilihan Presiden," ujarnya. 


Johan Budi, yang pernah menjadi Jubir Presiden Jokowi periode pertama, ikut membagikan pengalamannya. Johan mulai bertugas di Istana awal 2016 sampai 2019. Saat itu, ia diminta langsung Jokowi sebagai jubir. 


"Tugas saya saat itu menyampaikan apa yang dilakukan dan sikap Presiden kepada publik," kata Johan, saat dikontak, tadi malam. 


Saat itu, jabatan formal Johan adalah Staf Khusus Presiden bidang Komunikasi. Tapi, tugasnya sebagai Jubir Presiden.


Di awal tugasnya, Johan selalu mendampingi Jokowi saat melakukan kunjungan kerja. 


Ia juga biasa berdiri di samping Jokowi saat memberikan keterangan pers dan memberikan konfirmasi lanjutan kepada media. 


"Saya juga sering mendampingi Presiden saat ada wawancara khusus dengan media," kenang Johan, yang kini jadi politisi PDIP. 


Pernah ditegur Jokowi karena memberikan pernyataan keliru? Dia bilang, sepanjang bertugas di Istana, ia tak pernah ditegur. 


Malah, Jokowi sering mengarahkan media untuk bertanya kepadanya. 


"Pak Jokowi selalu bilang, dia memberikan pernyataan singkat saja. ‘Untuk yang panjang, ke Jubir saja’," kata Johan menirukan omongan Jokowi.


Menurut dia, kunci keberhasilannya adalah kepercayaan yang diberikan Jokowi dan mendapat akses untuk bertanya. 


Selain itu, ia tidak pernah mendahului sikap Presiden. Kalau ada pertanyaan yang tak bisa dia jawab, Johan bertanya dulu ke Jokowi. 


"Kalau ada yang belum jelas, saya tanyakan dulu. Lalu saya menyampaikan ke media," ujarnya. 


Johan bercerita, suatu kali pernah mengontak Jokowi yang saat itu sedang melakukan kunjungan ke Amerika Serikat. Ia mengontak untuk meminta arahan soal sikap Presiden terkait RUU KPK tahun 2017 yang ramai diperbincangkan. 


"Saat itu Pak Jokowi bilang, revisi Undang-Undang KPK belum perlu. Setelah mendapat kepastian, saya baru berani bicara," ucapnya. 


Melihat bedanya peran Jubir Presiden saat dipegang Andi Mallarangeng dan Johan Budi, membuat Fadjroel banyak diledek. Pengamat politik dari Universitas Islam Negeri (UIN) Jakarta Adi Prayitno menyebut, Fadjroel selama ini jarang muncul di depan publik untuk menjelaskan sikap-sikap Presiden Jokowi. 


"Jubir sekarang jarang nongol. Jarang kelihatan. Tidak pernah menjalankan fungsi-fungsi jubir. Malah sepertinya jadi jubir medsos. Akibatnya, ngomong salah nggak ngomong makin salah," kata Adi, kepada Rakyat Merdeka, tadi malam. 


Warganet ikut menyoroti persoalan ini. Akun @yonowlah menyebut, Jubir Presiden saat ini benar-benar gagal, sampai tidak dianggap sebagai pihak yang mewakili Istana. Dia pun memandang itu pantas, lantaran Fadjroel sering berbicara lain dari yang dibicarakan Jokowi. 


"Beda jauh dengan jubir-jubir presiden sebelumnya," kicaunya. 


Akun @imanlagi melihat, Fadjroel terlalu sering ngetwit. Kicauannya pun dinilai banyak kekurangan. Kebanyakan tagar, tak paham dasar-dasar menulis dan pernah blunder fatal saat mendeklarasikan darurat sipil. 


"Luar biasa memang bung satu ini," kicaunya. Akun @jam1hrp ikut menimpali. "Dia kan jubir (juru bicara) Bukan jutwit (juru ngetwit)," ujarnya, mengomentari seringnya Fadjroel berkicau daripada berbicara kepada wartawan. 


Dalam sehari kemarin, Fadjroel melepaskan 18 kicauan. Artinya, hampir tiap jam, ia melepaskan satu kicauan. [Democrazy/rmco]

Penulis blog