POLITIK

Rocky Gerung: Orang Ingin Menjauh dari Istana, Poros Akhirnya di Petamburan

DEMOCRAZY.ID
November 16, 2020
0 Komentar
Beranda
POLITIK
Rocky Gerung: Orang Ingin Menjauh dari Istana, Poros Akhirnya di Petamburan

Rocky Gerung: Orang Ingin Menjauh dari Istana, Poros Akhirnya di Petamburan
DEMOCRAZY.ID - Pengamat Politik Rocky Gerung angkat bicara terkait tindakan Imam Besar Front Pembela Islam (FPI) Habib Rizieq Shihab (HRS) yang mampu kumpulkan massa di kediaman, kawasan Petamburan. 

Menurut Rocky, kumpulan orang tersebut bukan hanya berkerumun, melainkan orang ingin menjauh dari Istana dan poros akhirnya di Petamburan. 


HRS memiliki kemampuan untuk bersama-sama berbicara tentang bangsa dengan variasi pengikut yang beragam. 


"Yang muslim tentu adalah intinya, tapi juga kaum intelektual ingin melihat peluang untuk mengucapkan kembali tema kebangsaan melalui forum di petamburan," kata Rocky, dikutip dari pernyataan di kanal Youtubenya, Senin (16/11/2020).


Rocky menilai, massa di Petamburan merupakan suatu bentuk percakapan warga negara. Warga negara yang beragam agama, ras, kelas sosial, tapi semua menganggap HRS mampu mengolah isu kebangsaan.


"Hal yang menarik. Bagi Habib, itu adalah kawan berbicara, kawan warga negara


 Saya kira itu sinyal bagus dari Petamburan," kata Rocky.


Lebih lanjut Rocky sebut, orang selalu keliru melihat HRS. Bingkai HRS itu dulu sebelum reformasi atau awal reformasi memiliki bahasa tubuh radikal dan didukung dengan kemampuan retorika. HRS juga gemar mengambil inti yang sensasional. 


"Tapi saya kira, saya pelajari bahwa Beliau punya kemampuan intelektual yang luar biasa sehingga mampu mengucapkan sesuatu, lalu diterangkan dia mengucapkan itu. Jadi soal ini yang membuat orang tertarik," jelas Rocky. 


Rocky mengaku mulai mengerti bahwa HRS memiliki pengetahuan sejarah bangsa yang lengkap. 


HRS dinilai tahu bagaimana kondisi politik disusupi oleh kepentingan agama. 


HRS dinilai mengerti bagaimana negeri ini berupaya untuk keluar dari segala macam stigma. 


HRS juga tentu belajar bahwa menjadi tokoh politik, di dalam suasana makin politis, hingga paham membuat spektrum politik yang lebar. 


"Karena kita belajar ilmu politik, kekuatan muslim politik itu dari Pemilu 1955 itu 15 16 persen maksimal, dimaksimalkan 20 persen. Tapi Habib mengerti bahwa core itu adalah inti politik dia. tp dia perlu spektrum yang lebih luas," jelas dia.


Elemen-elemen masyarakat lain diikat dalam satu ide yakni keadilan dan kemakmuran. 


HRS lantas berupaya untuk menerangkan hal itu perlahan-lahan, dengan menerima pikiran-pikiran yang majemuk di "Markas Akal Sehat Petamburan". [Democrazy/ntrl]

Penulis blog