DEMOCRAZY.ID - Pakar hukum tata negara, Refly Harun mengatakan kalau Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan sebetulnya tidak bisa langsung dicopot cuma gara-gara kasus Habib Rizieq Shihab.
Refly Harun menyebut kalau Gubernur Anies Baswedan tetap dapat diberi sanksi atas kasus Habib Rizieq Shihab, tetapi bukan berupa pencopotan alias pemakzulan kepala daerah.
Lebih lanjut, Refly Harun menjelaskan Gubernur Anies Baswedan hanya bisa dicopot jika melalui prosedur politik yang cukup panjang.
Refly menjelaskan apa yang sebetulnya dilanggar oleh Gubernur Anies Baswedan dalam kasus Habib Rizieq Shihab.
"Gubernur DKI kalau dianggap melakukan kesalahan adalah tidak menjalankan kewenangan sebagaimana mestinya," kata dia dikutip Pikiran-Rakyat.com dari video yang diunggah di kanal YouTube Refly Harun pada Kamis 19 November 2020.
"Bukan tidak mematuhi atau menghalang-halangi penyelenggaraan kekarantinaan kesehatan masyarakat," ujarnya.
Oleh karena itu, kata Refly, bisa diterapkan sanksi administratif, diklarifikasi pemerintah pusat, dan penjatuhan sanksi lain sesuai peraturan perundang-undangan.
"Pastilah bukan sanksi impeachment atau pemberhentian," ucapnya menyinggung instruksi Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian.
Ia menegaskan kalau sanksi pemberhentian harus melalui prosedur politik lewat Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD).
"Nah, DKI ini yang kemudian bisa melakukan klarifikasi secara politik dengan menjalankan hak-hak DPR, hak bertanya, hak interpelasi, hak angket, sampai hak menyatakan pendapat," tutur Refly.
"(Dilanjutkan dengan) proses pemberhentian ke Mahkamah Agung (MA), balik ke DPRD dan ke Presiden," kata dia melanjutkan.
"Jadi, ada proses politik di situ," imbuhnya. Ia melihat kalau anggota DPRD DKI Jakarta dari Fraksi Partai Solidaritas Indonesia (PSI) sudah mencoba menempuh jalan ini.
Menurut Refly, sikap tersebut wajar dan sehat dalam demokrasi, sebagaimana Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) yang sering berseberangan dengan pemerintah pusat.
"Silakan galang hak interpelasi dan lakukan secara baik, karena itu hak DPR," kata dia. [Democrazy/pkry]