Yang pertama terjadi pada Jumat 30 Oktober 2020 di Kota Bukittinggi, Sumatera Barat. Korbannya dua prajurit TNI, Serda Mistari dan Serda Muhammad Yusuf, anggota unit intelijen Komando Distrik Militer 0304/Agam.
Kedua prajurit TNI dikeroyok secara brutal oleh sejumlah orang-orang kaya pengendara motor gede dari klub Harley Davidson Owner Groups (HOG) Siliwangi, Bandung, Jawa Barat.
Pengeroyokan terjadi sangat sadis, kedua prajurit TNI itu diperlakuan tak manusiawi di area umum.
Diseret, dipukuli, ditendangi. Bahkan hingga diancam akan ditembak mati. Kedua korban akhirnya dilarikan ke rumah sakit akibat menderita luka-luka.
Kasus kedua terjadi Selasa sore 3 November 2020 di Kota Kupang, Nusa Tenggara Timur. Prajurit dari Brigade Infanteri 21/Komodo bernama Sertu Heru Firmansyah dikeroyok 18 pemuda mabuk di depan Markas Komando Resort Militer 161/Wira Sakti.
18 pemuda itu mengeroyok Sertu Heru dalam kondisi mabuk minuman keras.
Pemicunya pelaku tak terima saat ditegur Sertu Heru, ketika berbuat onar dengan melempari batu ke jalanan hingga mengenai 2 pengendara sepeda motor yang melintas di lokasi.
Meski dikeroyok, Sertu Heru masih mampu melawan, malah bisa menangkis pukulan pelaku.
Nah dalam dua kasus ini, ada perbedaan yang sangat mencolok dalam penanganannya.
Di edisi kali ini, Kamis 5 November 2020, media akan ungkap perbedaan perlakuan terhadap para pelaku pengeroyokan prajurit TNI.
Dimulai dari kasus pengeroyokan Sertu Heru. Jadi saat pengeroyokan terjadi, TNI langsung bergerak cepat meringkus dan mengamankan beberapa pemuda mabuk itu. Mereka dibawa ke Pos Provost Markas Korem 16.
Di tempat itu, para pemuda yang masih satu kampung itu langsung diperiksa dan sebagai efek jera, rambut mereka semua dipangkas seadanya.
Hingga tampang para pemuda pemabuk itu menjadi imut tak garang lagi.
Sedangkan dalam penanganan kasus pengeroyokan dua intel TNI di Kota Bukittinggi, polisi baru bertindak meringkus para pelaku setelah kedua korban beserta puluhan prajurit TNI mendatangi Markas Polres Kota Bukittinggi dan membuat laporan.
Padahal, polisi sudah bisa bertindak memburu pengendara moge tanpa harus menunggu para korban melapor.
Apalagi di lokasi sudah ada seorang anggota polisi yang mengetahui pengeroyokan itu.
Dan ketika pelaku ditangkap dan sudah ditetapkan sebagai tersangka. Pelaku, masih dibiarkan dengan tampang-tampang sangar mereka masing-masing.
Rambut mereka tak tersentuh gunting, seperti tersangka kasus-kasus yang didiringkus.
Malah ya, di dalam sel tahanan saja, salah satu pelaku yang diketahui merupakan pengusaha kaya raya di Bandung, dengan bebas dibiarkan merokok.
Selain itu para pelaku masih dengan leluasa memakai telepon genggam ketika menjalani pemeriksaan.
Padahal, jika dibandingkan dengan pengeroyokan di Kupang, tindak kekerasan yang dilakukan para pengendara moge lebih kejam. Prajurit TNI yang sudah terkapar saja masih dihajar wajahnya pakai kaki.
Sejauh ini baru 5 pengendara moge yang ditetapkan sebagai tersangka, walaupun dalam rekaman pengeroyokan yang beredar, jumlah pelaku lebih dari jumlah yang ditetapkan sebagai tersangka. [Democrazy/viva]