Kemarahan Jokowi ini muncul saat memberi arahan di Rapat Koordinasi (Rakornas) Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah secara virtual dari Istana Bogor, kemarin.
Rakor ini dihadiri 2.813 peserta dari kementerian, lembaga, dan pemerintah daerah. Para kepala daerah, dari gubernur sampai bupati/wali kota, ikut hadir.
Sedangkan dari anggota kabinet, yang hadir antara lain Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Tjahjo Kumolo, Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly, Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional Suharso Monoarfa, Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Basuki Hadimuljono, Menteri Keuangan Sri Mulyani, dan Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi.
Jokowi menegaskan, ingin ada perubahan sistem kerja kementerian/lembaga di tengah pandemi Covid-19.
Mantan Gubernur DKI Jakarta itu menilai, sistem kerja kementerian/lembaga masih normal. Biasa-biasa saja.
“Dalam kondisi yang darurat seperti ini masih bekerja dalam channel yang ordinary, biasa-biasa saja, normal-normal saja. Belum berganti ke channel yang extraordinary," omel Jokowi.
Standar Operasional Prosedur (SOP) juga belum berubah. Akibatnya, pengadaan barang dan jasa di pemerintahan berjalan lamban.
Padahal, pengadaan barang pemerintah itu penting untuk meningkatkan peredaran uang di masyarakat. Di tengah ekonomi sulit saat ini, salah satu sumber yang paling diharapkan adalah dari belanja pemerintah.
Jokowi mengingatkan, belanja pemerintah di kuartal II-2020 anjlok hingga minus 6 persen.
Dampaknya, pertumbuhan ekonomi melorot tajam hingga minus 5,32 persen. Baru di kuartal III-2020, belanja pemerintah naik positif sekitar 9 persen. Hasilnya, pertumbuhan membaik menjadi minus 3,49 persen.
Praktis, tinggal sekitar sebulan lagi sisa waktu pengadaan barang dan jasa pemerintah.
Sementara, masih banyak pengadaan barang dan jasa masih dalam proses. Jokowi lalu mencontohkan di bidang konstruksi.
"November itu masih Rp 40 triliun dan itu adalah konstruksi, terus nanti kalau misalnya itu jadi barangnya kayak apa? Kalau bangunan ya ambruk, kalau jembatan ya ambruk," omelnya lagi.
LKPP sebagai lembaga pengadaan barang dan jasa pemerintah juga diminta Jokowi berubah dan berani melakukan banyak terobosan.
Mulai dengan memanfaatkan teknologi super modern dan membangun sistem pengadaan yang real time untuk memonitor transaksi di setiap kementerian/lembaga hingga pemerintah daerah.
"Berpijak pada data-data tersebut, para menteri, kepala lembaga, dan kepala daerah bisa diberikan alarm, bisa diberikan peringatan agar mereka melakukan langkah-langkah percepatan, apalagi di kondisi pandemi seperti ini," terangnya.
Ini merupakan kemarahan Jokowi keenam kepada para anak buahnya dalam tahun ini. Sebelumnya, Jokowi marah besar pada Sidang Kabinet Paripurna pada 18 Juni lalu.
Penyebabnya, banyak menteri kerja lamban di tengah pandemi. Kemudian, di 27 Juli, Jokowi kembali marah.
Gara-gara masih rendahnya penyerapan anggaran stimulus dan pemulihan ekonomi akibat dampak Covid-19.
Dua hari setelahnya, 29 Juli, Jokowi marah lagi. Nada bicara tinggi ketika menyinggung prosedur birokrasi Indonesia yang lambat.
Selanjutnya, dalam Rapat Kabinet Terbatas 3 Agustus, Jokowi kembali menjewer para menteri. Gara-gara serapan anggaran masih rendah.
Di 5 Oktober, Jokowi juga marah. Saat itu, karena tingginya impor garam.
Karena sudah keseringan, warganet menanggapi kemarahan Jokowi biasa-biasa saja.
"Nggak kaget lagi, Pak Jokowi udah keseringan kok marah... Abis marah, nanti juga baikan lagi sama bawahannya....," kicau @rakyat_biasa12.
Sedangkan akun @asepmulyadi13 menyebut, kemarahan Jokowi nggak berefek ke perbaikan kinerja para menterinya, "Marah sih marah. Tapi nggak ngapa-ngapain. Ya percuma," tulisnya.
Akun @berkicaumerdu malah berandai-andai. "Andai sehabis marah, langsung reshuffle, baru pedas lagi gertakannya. Kalau nggak, jadi tawar dan biasa. Nggak ngefek apa pun....," sentilnya.
Akun @Gajelasgitulah malah kasihan melihat Presiden Jokowi keseringan marah. Harusnya, menurut dia, Jokowi langsung ambil tindakan nyata.
"Nggak capek Pak marah mulu. Mending langsung eksekusi aja, copot. Kasihan uang rakyat kepake buat pejabat yang gak berguna...," tulisnya. [Democrazy/rmco]