Pasalnya, Imam Besar Front Pembela Islam (FPI) itu dinilai memiliki modal awal.
Di antaranya jumlah massa dan loyalis yan cukup besar, dan menjadi basis otoritas publik atas kekecewaan terhadap penguasa.
Demikian disampaikan pengamat politik Dedi Kurnia Syah kepada JPNN.com, Rabu (11/11/2020).
“Kemarin kita menyaksikan HRS kembali menunjukkan performa basis otoritas publiknya,” ungkapnya.
Di sisi lain, pemerintah malah terkesan menganggap remeh HRS.
“Statement Menko Polhukam terkesan menihilkan ketokohan HRS akan menjadi bara bagi loyalis HRS untuk makin mengemuka,” sambungnya.
Karena itu, ia menyatakan, pemerintah perlu melakukan langkah konsolidasi.
Sebab, Habib Rizieq dengan segala sentimen politiknya, telah menjelma menjadi tokoh yang perlu diperhitungkan.
“Stabilitas nasional dan ketertiban umum sangat mungkin terimbas dari kepulangan HRS,” jelas dia.
Direktur Eksekutif Indonesia Political Opinion (IPO) itu melihat ada kemiripan antara fenomena Habib Rizieq dengan sejumlah tokoh gerakan revolusi di dunia.
Di antaranya gerakan revolusi di Iran dan Filipina.
“Di belahan dunia mana pun, terutama negara-negara yang pemerintahnya mulai kehilangan kepercayaan publik, akan selalu muncul basis otoritas publik dan otoritas kekuasaan,” ungkapnya.
Akan tetapi, dari sekian gerakan revoluasi di dunia itu, Dedi penyebut Iran menjadi yang paling fenomenal.
“Atau yang lebih dramatis bisa dipelajari dari gerakan Cory Aquino saat meneruskan perjuangan Beniqno,” tandasnya.
Hal senada juga disampaikan pengamat politik Ujang Komarudin yang menyebut kepulangan HRS bisa jadi ‘ancaman’ bagi Pemerintahan Joko Widodo.
Pasalnya, HRS dinilai akan membuat konsolidasi besar-besaran untuk menguatkan pergerakan oposisi untuk melawan pemerintah.
“Kepulangan HRS itu bisa saja akan terjadi konsolidasi besar-besaran antar sesama oposisi non-parlemen,” ujarnya kepada PojokSatu.id.
Terlebih lagi, kata dosen Universitas Al-Azhar itu, belakangan muncul organisasi dan tokoh-tokoh vokal.
Seperti Amien Rais, Din Syamsuddin hingga Ustaz Abdul Somad.
Hal tersebut, sambung Direktur Eksekutif Indonesia Political Review (IPR) ini, akan menjadi ancaman atau ujian bagi Pemerintahan Jokowi.
Sebab, sejumlah tokoh itu hingga kini tak bisa dikendalikan oleh pemerintah.
Apalagi, kedatangan HRS disambut massa besar yang tergabung dari berbagai perkumpulan majelis dan ormas.
“Tokoh-tokoh di luar partai tak bisa dikendalikan. Termasuk Amien Rais, HRS, dan UAS tokoh-tokoh independen yang tidak bisa dikendalikan pemerintah. Jadi bisa membuat Jokowi dalam ujian berat,” pungkasnya. [Democrazy/pjst]