DAERAH HUKUM POLITIK

Berikut Kronologi Lengkap Risma Diadukan Polisi dan Pembelaan 65 Advokat

DEMOCRAZY.ID
November 05, 2020
0 Komentar
Beranda
DAERAH
HUKUM
POLITIK
Berikut Kronologi Lengkap Risma Diadukan Polisi dan Pembelaan 65 Advokat

Berikut Kronologi Lengkap Risma Diadukan Polisi dan Pembelaan 65 Advokat
DEMOCRAZY.ID - Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini dipolisikan oleh Ketua DPD Kongres Advokat Indonesia (KAI) Abdul Malik ke Polda Jawa Timur. Risma dinilai melakukan dugaan pembohongan publik dan provokasi saat mengampanyekan calon wali kota dan wakil wali kota nomor urut 1 Eri Cahyadi-Armuji.

Hal itu bermula saat Risma yang juga pengurus DPP PDI Perjuangan ini mengampanyekan Eri-Armuji, secara daring dalam acara Roadshow Online Surabaya Berenerji. Dalam kesempatan itu, Risma menyebut Eri adalah anaknya. 


"Supaya program ini berkelanjutan, saya nitip untuk anak saya, Eri Cahyadi, itu bisa melanjutkan saya," kata Risma, Minggu (18/10) lalu. 


Pada kesempatan yang sama, Risma juga mengatakan bahwa Surabaya yang sudah dibangunnya selama satu dekade terakhir, menjadi hancur lebur, jika tak dipimpin oleh Eri. 


"Ada yang menjanjikan uang banyak, tapi uang itu sampai kapan. Padahal pemilihan wali kota itu sampai lima tahun. Kalau kita salah pilih maka kita akan menyesal selama lima tahun," ucap Risma.


"Insyaallah ini [Eri] yang terbaik yang saya pilih, saya tidak mungkin [membiarkan] apa yang yang sudah saya kerjakan 10 tahun kemudian hancur lebur, saya enggak pingin itu," sambungnya.


Aksi Risma tersebut ternyata dianggap sebagai sebuah dugaan pelanggaran cuti kampanye, pembohongan publik dan provokasi oleh Abdul Malik. 


Yang pertama adalah soal cuti kampanye. Malik menuding bahwa kampanye yang dilakukan oleh Risma tidak memiliki izin cuti dari Gubernur Jawa Timur.


Menurutnya, sebagai Wali Kota Surabaya, Risma seharusnya mengajukan cuti terlebih dahulu agar bisa melakukan kampanye. 


"[Izin cuti] yang diajukan itu hanya tanggal 10 [November] saja. Jadi, pada tanggal 18 [Oktober] itu, dia tidak sedang cuti," ucapnya. 


Malik meyakini bahwa yang dilakukan Risma, sebagai pejabat publik, yang melakukan kampanye pada hari libur pun, bisa masuk ranah pidana.


Hal itu dibuktikan dengan yurisprudensi atau contoh putusan kasus hukum pidana yang dialami Lurah Sampangagung, Mojokerto, Suhartono pada saat Pilpres 2019. Saat itu lurah menyambut Calon Wakil Presiden Sandiaga Uno pada Minggu, 21 Oktober 2018.


Saat itu, kata Malik, Lurah Suhartono yang kebetulan dia dampingi perkara hukumnya diputus bersalah dengan pidana dua bulan penjara oleh pengadilan negeri setempat.


"Istilahnya ada putusan, sudah inkrah, sudah ada yurisprudensi putusan Mahkamah Agung. Diputus dua bulan dan bayar uang denda Rp6 juta. Putusan 13 Desember 2018," katanya. 


Selain itu, ia menjelaskan Risma dinilai melakukan pembohongan publik, yakni menyebut bahwa Eri sebagai anak. Padahal, yang diketahuinya, mantan Kepala Bappeko Kota Surabaya itu bukan merupakan anak Risma.


"Eri Cahyadi itu bukan anaknya Risma. Semua orang tahu bahwa Eri bukan anak kandung Risma. Jadi dia [Risma] sudah melakukan kebohongan publik," ujarnya. 


Tak hanya itu, Malik juga mempermasalahkan sejumlah perkataan Risma yang dinilai provokatif. Ia mencontohkan, dalam video yang beredar Risma menyebut jika Surabaya tidak dipimpin anaknya (Eri), maka Surabaya bisa hancur lebur. 


"Kalimat Risma itu sangat provokatif, provokator, jadi melebihi Tuhan. Nanti 10 tahun ini tidak dipimpin anaknya, nanti Surabaya ini akan hancur lebur. Nah, kalimat itu yang kami selaku praktisi hukum, tidak layak, tidak pantas diucapkan oleh Risma sebagai wali kota," katanya. 


Malik pun mengklaim, bahwa Risma juga telah dilaporkan oleh sejumlah kelompok, yakni Relawan Khofifah Indar Parawansa (KIP), Progo 5, LSM Lira dan advokat M Sholeh ke Bawaslu Surabaya pada Rabu (21/10).


Untuk itu, lanjut dia, pihaknya meminta Bawaslu Surabaya agar tidak tinggal diam, dan segera mengambil tindakan. Ia bahkan mendesak agar Bawaslu Jatim dan Bawaslu RI memberikan konsultasi dalam kasus ini. 


"Bawaslu sepertinya tidak paham hukum. Bawaslu harus konsultasi ke Bawaslu Provinsi Jatim atau Bawaslu RI," kata dia.


Tak puas dengan laporan di Bawaslu. Malik kemudian mengadukan Risma ke Ditreskrimum Polda Jatim pada Senin (2/11) sore kemarin. Aduan ini dilayangkan lantaran laporannya ke Bawaslu tak kunjung digubris. 


"Kami serahkan proses ini kepada Polda Jawa Timur, Bawaslu sepertinya lambat karena pengalamannya Risma dipanggil tidak datang," kata Malik. 


Di sisi lain, Ketua Dewan Pimpinan Cabang (DPC) PDI Perjuangan Surabaya, Adi Sutarwijono mengatakan bahwa aduan dugaan pembohongan publik dan provokasi yang dilayangkan Malik, tak memiliki logika dan konstruksi hukum yang jelas.


"Logika dan konstruksi hukumnya tidak jelas," kata Awi, sapaan akrabnya, saat dikonfirmasi, Selasa (3/11).


Awi menanggapi soal tudingan Malik yang menyebut bahwa Risma telah melakukan pembohongan publik karena menyatakan Eri merupakan anaknya. Menurutnya, apa yang dilakukan Risma adalah hal yang lumrah dan sudah biasa dilakukan oleh orang nomor satu di Surabaya tersebut.


"Soal [Eri] anak Bu Risma, itu kan suatu diksi yang biasa. Itu lumrah disampaikan oleh seorang tokoh, kalau dia bilang 'anak-anakku warga Surabaya' itu kan biasa. Apakah anak-anak itu kemudian harus selalu berkonotasi biologis, kan tidak juga," ujarnya.


Pernyataan Risma yang menyebut Eri adalah anaknya, menurut Awi, adalah sebuah kiasan yang juga sudah biasa dinyatakan para tokoh di waktu kampanye, sebagai wujud kedekatan dan menyatakan dukungan secara personal.


"Saya pikir semua orang tahu, dan laporan itu malah diketawain banyak orang. Karena itu biasa, dalam kampanyenya jika seorang tokoh memakai satu kiasan sebagai suatu metafora mengenai hubungan personalnya," kata dia.


Poin selanjutnya yang dipermasalahkan Malik, adalah soal perkataan Risma yang dinilai provokatif. Menurut Awi, pernyataan Risma tersebut adalah bentuk keyakinan politik pribadi, yang juga memiliki nilai-nilai kebebasan untuk disampaikan sebagai pendapat. Dan pendapat itu tentu punya preferensi tersendiri.


"Soal Surabaya rusak dan sebagainya itu adalah keyakinan Bu Risma. Bahwa dia punya preferensi politik pribadi maupun pendapat pribadi ya terserah saja," kata dia. 


Soal dugaan pelanggaran cuti kampanye, Pelaksana Tugas (Plt) Kepala Badan Kesatuan Bangsa dan Politik (Bakesbangpol) Kota Surabaya, Irvan Widyanto, memastikan bahwa Risma sudah mengajukan izin cuti kampanye sebelum menggelar kegiatan Roadshow Online Berenerji pada Minggu (18/10)


"Terkait dengan kegiatan kampanye Ibu Wali Kota, beliau telah mengajukan surat cuti Nomor: 850/9197/436.8.5/2020 tanggal 13 Oktober 2020 perihal permohonan izin cuti kepada Gubernur Jatim. Dan salah satunya adalah tanggal 18 Oktober 2020," kata Irvan, saat dikonfirmasi. 


Soal surat pengajuan cuti kampanye tersebut, lanjut Irvan, Gubernur Jatim telah menjawab melalui surat Nomor: 131/16267/011.2/2020 tanggal 15 Oktober 2020. 


Salah satu keterangan dalam surat itu adalah sesuai dengan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 32 Tahun 2018 dan Surat Edaran (SE) Menteri Dalam Negeri Nomor: 273/487/SJ tanggal 21 Januari 2020, hari libur merupakan hari bebas untuk melakukan kampanye di luar ketentuan cuti kampanye.


"Dengan jawaban dari Gubernur itu, kegiatan ibu wali kota pada 18 Oktober 2020 tersebut tidak melanggar aturan karena pada hari libur yakni hari Minggu," kata dia.


Menghadapi perkara hukum ini, Sebanyak 65 pengacara hukum menyatakan bakal membela dan mendampingi Risma. Mereka mengatasnamakan dirinya 'Advokat Anak-anak Bu Risma Bersatu'.


"Para praktisi hukum sepakat bersatu memberikan dukungan kepada Bu Risma. Wujud dukungan itu tergambar lewat pembentukan sebuah wadah. Yakni 'Advokat Anak-anak Bu Risma Bersatu' yang beranggotakan 65 pengacara," kata Juru bicara Advokat Anak-anak Bu Risma Bersatu, Rio Dedy Heryawan, di Surabaya, Rabu (4/11).


Lebih lanjut, ia mengklaim, berdasarkan telaah dan kajian hukum pihaknya, Risma terbukti tak bersalah dalam aduan tersebut. Rio bahkan mengatakan dalam kasus ini Risma telah terzalimi.


"Kami sudah telaah semua, Bu Risma tidak bersalah. Bu Risma terzalimi," pungkas dia. [Democrazy/cnn]

Penulis blog