Ujang menyebut, pernyataan JK itu sebagai bahasa atau sindiran halus atas wajah kepemimpinan Indonesia yang saat ini belum bisa sepenuhnya memiliki hati rakyat, dan malah terkesan cuek dengan tidak mendengarkan aspirasi rakyat.
Ujang menyebut fenomena demonstrasi di sejumlah wilayah akibat penolakan Undang-undang Omnibus Law Cipta Kerja (UU Ciptaker) yang terjadi belakangan ini juga menunjukkan bahwa pemerintah seolah malah membelakangi rakyat.
"Sesungguhnya kita bukan kekosongan kepemimpinan, tetapi kepemimpinan yang tidak responsif, artinya pemerintah dan DPR tidak aspiratif dan responsif atas kehendak rakyat. Jadi rakyat tidak punya figur teladan dan contoh dari elit politik baik eksekutif maupun legislatif, akhirnya mereka mencari sosok lain," kata Ujang, Minggu (22/11).
Sikap pemimpin saat ini, lanjut Ujang, menyebabkan sebagian rakyat mencari alternatif sosok pemimpin baru, salah satunya seperti semakin meluasnya dukungan untuk Imam Besar Front Pembela Islam (FPI) Rizieq Shihab, dalam beberapa waktu terakhir.
Menurutnya, pencarian sosok pemimpin sesuai identitas yang dilakukan rakyat adalah hal wajar.
Seperti contoh Indonesia yang memiliki mayoritas rakyat beragama islam akan mencari figur pemimpin yang sesuai identitas.
Namun, fenomena dukungan besar rakyat kepada figur pemimpin seperti Rizieq Shihab yang berasal dari organisasi masyarakat dan bukan kader partai pemerintah patut menjadi sebuah bahan introspeksi bagi pemimpin saat ini.
Sebab, itu artinya, sosok pemerintah yang tergabung dalam partai islam pun seolah terbukti belum mampu memiliki hati rakyat.
Ujang menduga hal itu terjadi karena dalam proses kerjanya para pemerintah tidak memenuhi aspirasi rakyat banyak dan malah cenderung abai atau menghendaki aspirasi sejumlah golongan saja.
"Rakyat banyak dikecewakan DPR dan Pemerintah, maka mereka mencari sosok lain. Kalau terus menerus seperti ini rakyat akan semakin tidak percaya atas legislatif eksekutif. Dan ini bahaya gitu lho, ketika rakyat tidak percaya pemimpin, dan pemimpin membelakangi rakyatnya, kan lucu," kata Ujang.
"Harusnya pemimpin hadir dari partai nasional itu termasuk dari partai islam, bukan dari ormas seperti Habib Rizieq dan lain sebagainya," imbuhnya.
Oleh sebab itu, Ujang pun mengimbau agar kaderisasi partai politik digodok sedemikian rupa untuk menciptakan figur pemimpin yang utuh dan bersama rakyatnya.
Bila hal itu dilakukan dan terpenuhi, lanjut Ujang, maka tidak akan ada kondisi 'kekosongan kepemimpinan' sehingga sebagian rakyat beralih mencari figur pemimpin yang lain.
"Seharusnya pemerintah saat ini mengantisipasi dengan cara mengikuti aspirasi publik dan rakyat, lalu sejahterakan rakyat. Sejatinya partai melahirkan pemimpin yang cinta rakyat, dan kalau rakyat sejahtera tidak akan mencari sosok pemimpin lain," pungkasnya.
Sebelumnya, sebagai penyebab di balik semakin meluasnya dukungan untuk Rizieq Shihab.
JK juga menyoroti kegaduhan yang terjadi pasca-kepulangan Rizieq, yang melibatkan TNI-Polri, sehingga seolah-olah negara berada dalam kondisi "guncang".
"Adanya kekosongan itu, begitu ada pemimpin yang kharismatik, katakanlah begitu, atau ada yang berani memberikan alternatif, maka orang mendukungnya," kata JK di akun YouTube PKS TV, Jumat (20/11) malam.
Oleh sebab itu, JK mewanti-wanti agar kondisi tersebut tak membawa Indonesia kembali pada era demokrasi jalanan, saat masyarakat tak lagi memiliki kepercayaan terhadap negara sehingga menentukan jalan mereka sendiri dengan berdemonstrasi.
Sebab menurunnya, kondisi itu menimbulkan kerugian bagi negara, seperti menghambat pembangunan ekonomi maupun pembangunan. [Democrazy/cnn]