Tudingan Gatot ini kemudian ditanggapi oleh beberapa koordinator massa aksi yang membantah bahwa dibayar untuk mendemo.
Namun, dalam sebuah video di akun Youtube Hersubeno Point terbongkar bahwa massa aksi yang mengganggu acara KAMI memanglah dibayar.
Dalam video tersebut, Hersubeno melakukan wawancara pada seorang ustadz di Surabaya asal Ambon yang bernama M. Syarif Tuasikal.
M. Syarif ini adalah Sekretaris Ikatan Pemuda Pelajar dan Mahasiswa Pelauw (IPPMAP) di Kota Surabaya.
Dirinya mengaku didatangi oleh sejumlah mahasiswa asal Ambon yang meminta maaf telah mau menerima dan mengikuti aksi demonstrasi di Surabaya kemarin.
Dua mahasiswa ini mengaku diajak untuk berdemo ketika mereka sedang lagi asyik ngopi di sebuah warung kopi.
Mereka berdua mengaku dibayar jika mau mengikuti aksi demo tersebut.
“Lalu saya bilang, kamu kok ikut bergabung, sementara kita kemarin kan masih makan ikan bakar di situ. Lalu mereka jawab kaena didesak oleh kekuatan yang lain akhirnya mereka mengiyakan dan hadir pada demonstrasi itu,” ungkap M. Syarif.
Dalam video yang ditayangkan tersebut juga ada tayangan pertemuan M. Syarif dengan dua mahasiswa tersebut.
Dua mahasiswa ini mengatakan, ketika sedang ngumpul-ngumpul kemudian ada orang datang dan langsung menawari untuk mengikuti aksi demonstrasi.
Kedua mahasiswa ini tidak kenal siapa orang yang ngajak itu. Mereka Cuma dibilangi ada aksi yang titik kumpulnya di Gedung Joeang 45.
Namun ketika sampai di Gedung Joeang mereka langsung dipindah ke Jabal Nur.
Nah, lantas mereka kaget karena Jabal Nur adalah gedung milik keluarga mereka sendiri.
Mereka juga mengaku mendapatkan bayaran dalam aksi demontrasi itu.
“Diberi uang berapa pas selesai acara?” tanya M Syarif.
“Dikasih uang RP 100 ribu,” jawab si mahasiswa.
Diketahui video wawancara Hersubeno Point dengan M Syarif diunggah pada Kamis, 01 September 2020.
Hingga saat itu video tersebut sudah ditonton sebanyak 106 ribu kali dan mendapatkan suka sebanyak 2,9 ribu. [Democrazy/Luthfi]