POLITIK

PKS Ungkap Kinerja Pemerintahan Jokowi-Maruf Satu Tahun Kepemimpinan

DEMOCRAZY.ID
Oktober 20, 2020
0 Komentar
Beranda
POLITIK
PKS Ungkap Kinerja Pemerintahan Jokowi-Maruf Satu Tahun Kepemimpinan

PKS Ungkap Kinerja Pemerintahan Jokowi-Maruf Satu Tahun Kepemimpinan
DEMOCRAZY.ID - Pemerintahan Joko Widodo (Jokowi)-Ma'ruf Amin pada hari ini genap setahun memimpin. 

Terkait hal tersebut, Politikus Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Anis Byarwati menilai satu tahun Jokowi-Ma'ruf berkinerja kurang memuaskan.


"Secara umum, kami menilai bahwa kinerja pemerintah dalam bidang ekonomi masih kurang memuaskan, sehingga berdampak pada tidak optimalnya pembangunan ekonomi dan peningkatkan kesejahteraan rakyat sebagaimana diamanatkan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Pasal 23 Ayat 1," ujar Anis dalam keterangan tertulisnya, Selasa (20/10/2020).


Menurut anggota komisi XI DPR RI ini, ketidakberhasilan pemerintah mencapai target-target ekonominya itu menjadi catatan tidak baik terhadap kinerja pemerintah selama satu tahun ini. 


"Ketidakberhasilan yang demikian menjadi indikator tidak tercapainya janji-janji politik pemerintah selama masa kampanye," kata Anis. (Baca juga: KSP Luncurkan Laporan Tahunan Jokowi-Ma'ruf Amin, Apa Saja Isinya?)


Pada bagian lain, kegagalan tersebut menunjukkan pemerintah tidak mampu memenuhi ekspektasi rakyat untuk mewujudkan kesejahteraan. 


"Bahkan, Indonesia semakin dekat dengan jebakan negara berpendapatan menengah," tuturnya.


Dia mengatakan, Fraksi PKS mencatat ketidakberhasilan mencapai target pertumbuhan ekonomi di antaranya karena struktur ekonomi nasional terus bergantung pada sektor konsumsi. 


Porsi konsumsi rumah tangga terhadap PDB pada 2019 mencapai 56,62%; meningkat dari 55,76% pada 2018. 


"Hal ini menunjukkan ekonomi nasional semakin rapuh karena bergantung pada daya beli," katanya.


Peranan belanja pemerintah yang hanya 8,75% dinilai PKS sangat rendah untuk mendukung ekspansi pemerintah. 


Sementara itu, menurut angka realisasi LKPP tahun 2019, realisasi belanja negara mencapai Rp2.309 triliun. Angka tersebut mencapai 14,58% dari PDB tahun 2019 sebesar Rp15.833 triliun. 


"Dengan memerhatikan angka tersebut, terlihat bahwa kualitas belanja pemerintah cukup buruk. Gap antara potensi ideal dengan realisasi sekitar 6%," ujar doktor ekonomi Islam dari Universitas Airlangga ini.


Anis pun memberikan sejumlah saran untuk peningkatan kinerja pemerintah ke depan di bidang ekonomi. 


Pertama, Anis menekankan, pemerintah harus meningkatkan efektivitas program-program penciptaan lapangan kerja. 


Sepanjang Agustus 2019, jumlah pengangguran di Indonesia naik menjadi 7,05 juta orang. 


Angka ini semakin bertambah dengan adanya kasus-kasus PHK dan pekerja dirumahkan, atau matinya sektor usaha kecil akibat pandemi COVID-19.


Kedua, menurut Anis, pemerintah harus berusaha menurunkan angka kemiskinan yang meningkat pada situasi pandemi COVID-19. 


Pemerintah harus memperkuat Jaring pengaman sosial, stimulus, dan kebijakan ekonomi yang fokus menurunkan tingkat kemiskinan.


Pemerintah harus bekerja keras agar tidak terjadi lonjakan jumlah penduduk miskin. 


Pengurangan kemiskinan secara umum mengalami perlambatan: di mana pada periode 2009-2014 setiap tahunnya kemiskinan rata-rata berkurang 0,58%, sedangkan pada era Pemerintahan Jokowi hanya berkurang 0,26% per tahun. 


"Kami menilai penurunan angka kemiskinan bergerak lebih lamban," kata Anis. 


Dengan guncangan pandemi Covid-19, kinerja pengurangan kemiskinan pemerintah akan semakin berat. 


Di satu sisi harus memperbaiki angka ketertinggalan kemiskinan rata-rata per tahun, di sisi lain mengatasi melonjaknya angka kemiskinan akibat pandemi COVID-19.


Ketiga, Anis menyarankan agar Pemerintahan lebih proaktif dan progresif dalam menyelesaikan permasalahan ketimpangan. 


Pemerintah perlu mengeluarkan kebijakan yang lebih spesifik untuk mengatasi ketimpangan.


Berdasarkan koefisien gini, ketimpangan di Indonesia masih stagnan pada angka 0,380. Sedikit mengalami penurunan dari 0,382 atau sebanyak 0,002 poin. 


Perbaikan gini rasio lebih disebabkan meningkatnya konsumsi kalangan menengah dibandingkan perbaikan konsumsi kalangan bawah.


Selain itu, berdasarkan sejumlah penelitian, kualitas pertumbuhan Indonesia mengalami penurunan dan hal ini menyebabkan stagnannya koefisien gini. 


Pada era pemerintahan sebelumnya, setiap pertumbuhan ekonomi 1%, maka konsumsi masyarakat 20% termiskin akan tumbuh mencapai hampir 1%, sedangkan pada era Pemerintahan Jokowi hanya tumbuh 0,7%. 


"Hal ini seharusnya menjadi catatan serius untuk kebijakan pemerintah ke depan," katanya. [Democrazy/sdnws]

Penulis blog