POLITIK

Omnibus Law Ciptaker Berlanjut, Din Syamsuddin Singgung Revisi Diam-diam UU MK

DEMOCRAZY.ID
Oktober 22, 2020
0 Komentar
Beranda
POLITIK
Omnibus Law Ciptaker Berlanjut, Din Syamsuddin Singgung Revisi Diam-diam UU MK

Omnibus Law Ciptaker Berlanjut, Din Syamsuddin Singgung Revisi Diam-diam UU MK
DEMOCRAZY.ID - Ketua Umum Dewan Nasional Pergerakan Indonesia Maju (DN-PIM) Din Syamsuddin menyinggung revisi Undang-undang Mahkamah Konstitusi (UU MK) yang disahkan secara diam-diam sebelum pengesahan Omnibus Law UU Cipta Kerja.

Din mengatakan banyak pihak pesimistis untuk mengajukan uji formil Omnibus Law UU Cipta Kerja ke Mahkamah Konstitusi. 


Salah satunya karena penghapusan pasal 59 ayat (2) soal kewajiban DPR dan pemerintah merevisi UU yang dibatalkan MK.


"UU MK yang baru yang disahkan secara diam-diam oleh DPR pada akhir September atau awal Oktober ternyata menghilangkan pasal penting kewajiban pemerintah menindaklanjuti keputusan dari MK," kata Din dalam Sarasehan Kebangsaan #35 DN PIM, Kamis (22/10).


Din juga menyoroti penambahan masa jabatan hakim konstitusi lewat revisi UU MK. Saat ini, hakim konstitusi dapat menjabat maksimal hingga usia 70 tahun.


Presidium Koalisi Aksi Menyelamatkan Indonesia (KAMI) itu mengkhawatirkan penambahan masa jabatan akan memengaruhi putusan para hakim konstitusi dalam uji formil Omnibus Law UU Cipta Kerja.


"Itu ada yang skeptis, ada yang pesimis MK menegakkan independensi dan imparsialitas," ujar Din.


Sebelumnya, sejumlah elemen masyarakat mendesak Presiden Joko Widodo membuat peraturan pemerintah pengganti undang-undang (perppu) untuk membatalkan Omnibus Law UU Cipta Kerja. Namun permintaan itu ditolak halus oleh Jokowi.


"Jika masih tidak ada kepuasan pada UU Cipta Kerja ini silakan ajukan uji materi atau judicial review ke Mahkamah Konstitusi," ucap Jokowi dalam siaran langsung Youtube Sekretariat Presiden, Jumat (9/10).


Pasal 59 Ayat (2) yang dihapus itu berbunyi, "Jika diperlukan perubahan terhadap undang-undang yang telah diuji, DPR atau Presiden segera menindaklanjuti putusan Mahkamah Konstitusi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sesuai dengan peraturan perundang-undangan".


Juru bicara MK Fajar Laksono menjelaskan ayat itu bukan dihapus saat UU MK direvisi baru-baru ini, melainkan sudah dihapus sejak 2011, berdasarkan putusan MK.


Fajar pun membantah anggapan bahwa putusan MK tidak lagi bersifat mengikat usai UU MK direvisi oleh pemerintah dan DPR.


Dia menyatakan setiap putusan MK bersifat final dan mengikat sesuai dengan ketentuan dalam UUD 1945, meski Pasal 59 Ayat (2) telah dihapus.


"Walaupun tidak ada norma itu, atau norma itu dihapus, UUD 1945 tegas menyatakan MK itu peradilan tingkat pertama dan terakhir yang putusannya bersifat mengikat. Harus ditaati, dihormati, dan dilaksanakan," tutur Fajar seperti dikutip dari Antara, Rabu (14/10). [Democrazy/cnn]

Penulis blog