Apresiasi internasional terhadap Presiden Jokowi muncul belum lama ini setelah namanya dijadikan sebagai nama jalan di Kota Abu Dhabi, Uni Emirat Arab (UEA). "President Joko Widodo St".
Itulah 4 kata berkelir putih yang ditorehkan pada plang nama jalan berlatar belakang biru dongker.
Artinya, Jalan Presiden Joko Widodo. Di atasnya, keterangan nama jalan ditulis dalam bahasa Arab. Jalan ini terletak di salah satu ruas jalan utama, yang membelah Abu Dhabi National Exhibition Center (ADNEC) dengan Embassy Area.
Kawasan Kantor Perwakilan Diplomatik dari sejumlah negara bermarkas. Jalan tersebut diresmikan pada Senin (19/10/2020) lalu, waktu Abu Dhabi.
Peresmian dilakukan oleh Sheikh Khalid bin Mohammed bin Zayed Al Nahyan selaku Chairman Abu Dhabi Executive Office. Saat peresmian, jejeran bendera merah putih dengan bendera UAE ditancapkan berdampingan di sepanjang jalan itu.
Baliho besar segi empat, yang memajang foto Jokowi dengan Putra Mahkota Abu Dhabi, Sheikh Mohamed Bin Zayed Al Nahyan lagi melambaikan tangan, juga terpampang di lokasi acara.
Beberapa perwakilan dari Indonesia juga hadir. Mereka mengenakan jas. Salah satunya, Duta Besar Indonesia untuk UAE, Husin Bagis.
Dalam keterangannya, Husin Bagis mengatakan penamaan jalan Presiden Joko Widodo di Abu Dhabi ini menambah jumlah nama tokoh Indonesia yang dijadikan nama jalan di luar negeri.
Setelah Jalan Soekarno di Rabat (Maroko), Jalan Muhammad Hatta di Harleem (Belanda), Jalan Raden Adjeng Kartini di Amsterdam, dan Jalan Munir di Den Haag.
Kehadiran nama jalan Presiden Joko Widodo di UAE diyakini akan semakin mengokohkan hubungan antar-kedua negara.
"Meningkatkan pengeksposan positif hubungan bilateral RI-UEA yang semakin erat belakangan ini," kata Husin.
Presiden Jokowi juga menyampaikan kabar itu melalui akun media sosial miliknya. Dalam keterangannya, eks Gubernur DKI Jakarta itu mengatakan ada harapan besar di balik penamaan jalan atas namanya tersebut yaitu semakin kokohnya hubungan Indonesia dengan UAE yang bermanfaat bagi rakyat.
"Ini tentu sebentuk penghargaan dan penghormatan. Bukan untuk saya pribadi semata-mata, tetapi untuk Indonesia," kata Jokowi.
Pengamat politik Hendri Satrio mengapresiasi UEA yang memakai nama Jokowi sebagai nama jalan. Ini bisa jadi bukti, Jokowi lagi harum di luar negeri. Namun, penghargaan itu juga mengandung banyak arti.
"Yang terjadi di luar negeri kan ada kepentingannya juga. Kepentingan si negara itu kepada Indonesia," ujar Hensat, sapaan karibnya.
Sama seperti di dunia maya, di dunia nyata juga masih banyak yang menyerang Jokowi.
Beberapa waktu belakangan ini pemerintahan Jokowi yang genap setahun kerap mendapat sambutan demo besar di berbagai daerah.
Ribuan buruh, pelajar dan mahasiswa kembali menggeruduk Istana. Selain soroti UU Cipta Kerja, demo-demo ini banyak menyoroti kinerja Jokowi selama ini.
Mereka menyuarakan kekecewaan dan kekesalahannya. Baik lewat orasi maupun spanduk dan poster. Sebegitu kecewakah rakyat terhadap pemerintah Jokowi saat ini?
Litbang Kompas menunjukkan angka yang cukup miris terkait kepemimpinan Jokowi.
Dalam survei yang digelar selama 14-16 Oktober 2020, sebanyak 46,3 persen responden merasa tidak puas dengan kinerja pemerintahan Jokowi-Ma'ruf dalam satu tahun ini.
Bahkan ada 6,2 persen responden yang mengaku sangat tidak puas. Hanya 39,7 persen responden yang mengaku puas dan 5,5 persen responden lainnya merasa sangat puas.
Sisanya, 2,3 persen responden menyatakan tidak tahu. Hasil ini bertolak-belakang dengan survei Litbang Kompas tahun lalu.
Sebelum Jokowi kembali dilantik sebagai Presiden di periode kedua. Sebanyak 58,8 persen responden mengaku puas dengan kinerja pemerintahan Jokowi-JK.
Bahkan tingkat kepuasan tertinggi pernah direkam survei Litbang Kompas pada April 2018, yang mencapai 72,2 persen.
Kenapa survei kepuasan ke Jokowi merosot? Pakar komunikasi politik UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Adi Prayitno, menilai ada benang merah di balik semakin merosotnya tingkat kepuasan masyarakat terhadap kinerja Jokowi. Hingga kebijakan pemerintah banyak ditentang publik.
"Salah satu yang buruk yakni komunikasi kebijakan publik dari pemerintah," kata Adi. [Democrazy/rmco]