Pasal yang dihapus yakni Pasal 46 UU Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi. Pasal itu tidak lagi tercantum dalam naskah terbaru 1.187 halaman.
Dini menuturkan, pasal itu dihapus karena kembali ke aturan yang tercantum dalam UU lama soal migas.
"Intinya pasal 46 tersebut memang seharusnya tidak ada dalam naskah final karena dalam rapat panja memang sudah diputuskan untuk pasal tersebut kembali ke aturan dalam UU existing," ujar Dini melalui pesan singkat kepada wartawan, Jumat (23/10).
Dini menegaskan bahwa penghapusan pasal itu tak lebih dari perbaikan administratif seperti typo atau salah ketik. Oleh karena itu, menurutnya, perubahan berupa perbaikan dalam UU yang disahkan masih boleh dilakukan.
"Yang tidak boleh diubah itu substansi. Dalam hal ini penghapusan sifatnya administratif/typo justru membuat substansi sesuai dengan yang sudah disetujui dalam rapat panja baleg DPR," jelasnya.
Ia menilai, penghapusan Pasal 46 UU Migas justru membuat substansi menjadi sejalan dengan yang disepakati dalam rapat di DPR.
Selain itu, kata dia, Kementerian Sekretariat Negara juga telah menjalankan tugasnya dengan memeriksa kembali seluruh isi UU tersebut sebelum diserahkan kepada presiden.
Apabila ada yang tidak sesuai, kata dia, maka boleh diperbaiki. Perbaikan itu pun diklaim sudah disampaikan kepada DPR dan disetujui dengan bukti paraf dari DPR.
"Dalam proses cleansing final sebelum naskah dibawa ke presiden, Setneg menangkap apa yang seharusnya tidak ada dalam UU Cipta Kerja dan mengkomunikasikan hal tersebut dengan DPR," katanya.
Hal serupa sebelumnya juga diungkapkan Ketua Badan Legislasi DPR RI Supratman Andi Agtas.
Dia mengatakan bahwa Pasal 46 UU Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi memang sudah disepakati untuk dihapus oleh DPR dan pemerintah sejak pembahasan di Panitia Kerja RUU Ciptaker.
Dari kesepakatan Panja tersebut, idealnya, pasal itu sudah harus dihapus oleh DPR sebelum naskah diberikan kepada pemerintah. Namun, kekeliruan itu justru baru ditemukan oleh pihak pemerintah, dalam hal ini Kemensetneg, sehingga pasal tersebut baru dihapus.
"Terkait Pasal 46 yang koreksi, itu benar. Jadi kebetulan Setneg [Sekretariat Negara] yang temukan. Jadi, itu seharusnya memang dihapus, karena itu terkait dengan tugas BPH Migas," kata Supratman kepada wartawan saat dikonfirmasi, Kamis (22/10).
Andi menerangkan, Pasal 46 itu terkait dengan tugas Badan Pengatur Hilir (BPH) Migas. Awalnya, kata dia, pemerintah mengusulkan pengalihan kewenangan penetapan toll fee dari BPH Migas ke Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM).
Namun, menurutnya, DPR tidak menyetujui usulan tersebut dalam pembahasan di Panja RUU Ciptaker.
"Saya pastikan setelah berkonsultasi semua ke kawan-kawan itu benar, seharusnya tidak ada, karena seharusnya dihapus, karena kembali ke UU existing. Jadi tidak ada di UU Ciptaker," imbuh politikus Partai Gerindra itu.
Naskah UU Cipta Kerja kembali mengalami perubahan jumlah halaman usai diserahkan DPR ke pemerintah.
Jumlah halaman draf final yang diserahkan DPR ke pemerintah sebanyak 812, tetapi kini bertambah 375 menjadi 1.187.
Dalam draf terbaru itu ditemukan satu pasal yang hilang, yakni Pasal 46 UU Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi.
Sekretaris Negara Pratikno telah menjelaskan bahwa isi naskah tersebut pada dasarnya sama. Perubahan halaman terjadi karena format kertas dan ukuran huruf yang digunakan. [Democrazy/cnn]