Dugaan sementara kematian ikan itu disebabkan angin kencang dan air terlalu dangkal.
"Karena airnya terlalu dangkal ini, jadi kemarin ada angin kencang, mengakibatkan air berputar ke bawah, naiklah kotoran yang di bawah keramba, sehingga ikan yang di keramba jadi tidak bisa bernafas, karena oksigennya kurang," kata Kepala Dinas Pertanian dan Perikanan Kabupaten Samosir Vicktor Sitinjak.
Vicktor mengatakan dari hasil pendataan sementara ikan yang mati berkisar 109 ton dengan jumlah pemilik 39 kepala keluarga (KK).
Lokasi keramba yang mati kebanyakan di Desa Siogung-ogung, Kecamatan Pangururan.
"Ikan itu mulai bermatian pada Kamis (23/10). Dugaan sementara karena faktor cuaca," katanya.
Vicktor menyebutkan ikan yang mati secepatnya dikubur di Kecamatan Huta Tinggi. Sebab dikhawatirkan bangkai ikan akan mengeluarkan bau busuk.
"Ikan yang mati sesuai koordinasi dengan Pak Camat Pangururan akan dikubur di Huta Tinggi. Ini sedang mencari solusinya saat diangkut truk agar dilapisi plastik supaya air yang terbawa ikan busuk tidak tercecer di jalan dan tidak menimbulkan bau busuk," jelasnya.
Menurut Vicktor, kejadian seperti ini bukan kali pertama terjadi.
Sebab hal serupa juga pernah terjadi pada tahun lalu, tepatnya di perbatasan Kabupaten Dairi dan Kabupaten Samosir.
"Jadi bukan karena tercemar penyakit atau apa. Bukan karena memang airnya berputar, naik sendiri ke atas sehingga ikan tidak bisa bernafas," ujarnya
Dia mengatakan agar kejadian serupa tidak terulang, ikan yang masih hidup di keramba bakal digeser ke tengah danau yang airnya lebih dalam.
"Jadi kalaupun berputar di bawah tidak sampai ke atas," ujarnya. [Democrazy/cnn]