Anggota Baleg DPR RI Fraksi PKS mengungkapkan bahwa F-PKS mengumumkan penolakannya terhadap RUU Cipta Kerja Omnibus Law pada pengambilan keputusan tingkat I atas hasil Pembahasan RUU Cipta Kerja oleh Baleg DPR RI.
“Dari berbagai pertimbangan yang kami sampaikan, Fraksi PKS secara tegas memberikan penolakan terhadap RUU Cipta Kerja untuk ditetapkan sebagai Undang-Undang,” ucap Ledia Hanifa Amaliah.
Menurut Hanifa, Fraksi PKS menyadari jika subtansi pengaturan yang terkandung dalam RUU Cipta Kerja memiliki implikasi yang luas dalam praktik kenegaraan serta pemerintahan di Indonesia.
Maka dari itu, dirinya menilai diperlukan suatu pertimbangan yang matang.
Sehingga didapat hasil apakah dari segi formil dan materiil dari undang-undang tersebut bisa sejalan dengan koridor politik hukum yang telah disepakati bersama.
Lebih lanjut, Hanifa juga menjelasakan beberapa catatan F-PKS DPR RI terkait RUU Cipta Kerja.
Pertama, pembahasan RUU di masa sulit pandemi covid-19 ini menjadikan terbatasnya akses serta partisipasi masyarakat untuk bisa ikut serta memberikan saran, koreksi serta penyempurnaan dalam pembuatan RUU Cipta Kerja ini.
“Lalu yang kedua, ada banyak materi penting sarat muatan dalam RUU ini yang seharusnya bisa disikapi dengan penuh ketelian dan kecermatan. Pembahasan yang tidak matang dalam jangka waktu pendek akan menyebabkan ketidakmaksimalan dalam pembahasan. Padahal undang-undang ini kan akan memberikan dampak yang besar bagi banyak orang di seluruh bangsa ini,” ungkapnya.
Kemudian yang ketiga, Hanifa mengatakan bahwa F-PKS memandang RUU Cipta Kerja ini tidak akurat dalam membaca situasi kondisi dan tidak tepat dalam melakukan diagnosis.
Hanifa juga menilai bahwa kenyataannya berbagai persoalan yang diatur dalam RUU Cipta Kerja ini bukanlah masalah-malasah utama yang selama ini selalu menjadi penghambat laju investasi.
Contoh ketidaktepatan itu yakni formulasi pemberian pesangon yang tidak berdasarkan analisa komprehensif.
Dan yang terakhir adalah seara substansi beberapa ketentuan yang termuat dalam RUU tersebut masih mengandung substansi yang bertentangan dengan politik hukum kebangsaan yang sudah disepakati pasca-amandemen konstitusi. [Democrazy/Luthfi]