Pakar budaya Jawa menilai ini isyarat yang dikirimkan Sang Pencipta mengenai suksesi di Kasultanan Ngayogyakarta Hadiningrat.
Pakar budaya Jawa dari Universitas Indonesia (UI), Darmoko, menjelaskan tafsirannya atas peristiwa 8 Oktober, pekan lalu.
"Kalau saya tafsirkan, maka ini adalah pertanda atau sasmita terkait dengan tiang penyangga kekuasaan di Kasultanan Ngayogyakarta," kata Darmoko kepada detikcom, Jumat (23/10/2020).
Saat ini, Raja Keraton Yogyakarta adalah Sri Sultan Hamengkubawono X. Sri Sultan HB X dia lihat memiliki kuasa dan wibawa yang tinggi.
Usia Sri Sultan HB X kini 74 tahun. Darmoko memandang suksesi di Keraton Yogyakarta memang perlu dipikirkan.
"Karena yang dililit ini adalah pilar. Adapun ular adalah penanda kekuatan adikodrati, dia memberi tanda atas kehendak Sang Maha Kuasa," kata Darmoko.
Ular itu melilit salah satu dari empat saka guru dari Bangsal Kemagangan di Kompleks Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat.
Ngomong-ngomong soal tafsir, atas dasar apa Darmoko menafsirkan peristiwa ular melingkar di pilar Bangsal Magangan itu?
"Bekal penafsiran adalah kekuatan imajinasi, intelektualitas, kepekaan intuisi, penguasaan tradisi, dan konvensi objek budaya. Otak-atik gathuk (mencocok-cocokkan) harus bisa dinalar, logis, dan relevan dengan periode konteks tertentu," ujarnya.
Darmoko merupakan peraih gelar doktor Ilmu Susastra Fakultas Ilmu Budaya UI.
Disertasinya berjudul 'Wayang Kulit Purwa Lakon Semar Mbabar Jatidiri: Sanggit dan Wacana Kekuasaan Soeharto.'
Dia pernah menjabat sebagai Koordinator Program Studi Jawa, dan sekarang menjadi Ketua Prodi Pascasarjana Asia Tenggara FIB UI.
"Saya berharap ini pertanda baik bagi Kasultanan Yogyakarta sehingga nantinya alih kekuasaan dari Sri Sultan X tidak ada hambatan suatu apapun," kata Darmoko.
Buka Primbon
Dia membuka kitab Primbon Betaljemur Adammakna. Dia menyelidiki neptu peristiwa ular melingkar di saka guru Bangsal Kemagangan itu, yakni 8 Oktober 2020 malam hari.
Dalam kalender masehi, itu adalah hari Kamis. Tapi dalam kalender Jawa, hari sudah berganti sejak matahari terbenam, maka tanggal itu adalah hari malam Jumat Pon.
Dalam kalender Jawa, tiap hari ada nilai (neptu) masing-masing. Neptu dari Jumat+Pon adalah 6+7=13. Kualitas hari Jumat Pon adalah baik.
"Jumlah neptu 13 memiliki sifat ayem tentrem alias tenteram dan damai," kata Darmoko.
Dia menjelaskan, neptu itu bermakna harmoni, selaras, serasi, dan seimbang. "Tidak perlu ritual ruwatan," tandasnya. [Democrazy/dtk]