Dradjad H. Wibowo menolak menyampaikan pandangan pribadinya demi menghindari bias subjektivitas.
Dia pun memilih menyampaikan pandangan dari sejumlah masyarakat umum yang jadi pendukung Jokowi-Maruf Amin pada Pilpres 2019 lalu.
“Saya akan membatasi pandangan saya pribadi agar tidak dituduh bias. Kecuali, pandangan ekonomi yang memang bidang saya. Saya hanya menyambung lidah saja ucapan-ucapan dari para (mantan) pendukung Presiden Jokowi yang disampaikan ke saya,” ujar Dradjad, Selasa (20/10).
Dia mengatakan ada seseorang yang loyal dan fanatik terhadap Jokowi-Maruf Amin, menilai kinerja setahun Jokowi ini dianggapnya memble.
“Ada seorang wartawan senior, dia redaksi salah satu grup media besar di Indonesia. Dia pendukung fanatik Pak Jokowi sejak maju gubernur DKI hingga pilpres 2019 kemarin. Kalau diskusi pribadi maupun grup WA, dia membela habis-habisan Pak Jokowi,” katanya.
“Belum lama ini dia mengungkapkan kekecewaannya ke saya. Kata dia, perangkat pemerintahan Presiden Jokowi sekarang memble semua,” imbuhnya.
Tidak hanya wartawan tersebut, banyak orang juga yang telah berpesan kepadanya mengenai satu tahun pemerintahan Jokowi dengan nada miring.
Bahkan membenarkan pernyataannya dahulu perihal kelemahan kebijakan Jokowi-Maruf Amin, yakni soal pelemahan KPK.
“Itu hanya salah satu contoh. Tidak sedikit aktivis, wartawan, ilmuwan, kaum profesional, pebisnis (termasuk dari etnis Tionghoa) yang selama ini pendukung fanatik beliau yang kecewa berat. Bahkan ada yang mengatakan ke saya: “Mas Dradjad benar”. Itu soal pelemahan KPK. Pelemahan KPK, atau kata sebagian mereka adalah pengebirian KPK, memang menjadi pemicu utama kekecewaan mereka,” katanya.
Meski memiliki perbedaan afiliasi politik, Dradjad mengatakan sebagian besar pendukung Jokowi-Maruf yang saat ini kritis itu merupakan sahabat lamanya. Semua sama-sama berjuang agar Indonesia bersih dari korupsi.
“Jadi kami melakukan apa yang kami bisa untuk menjaga KPK agar tetap bergigi dalam memberantas korupsi. Pelemahan KPK membuat teman-teman itu ‘lari’ dari Pak Jokowi. Bahkan sebagian dari mereka menjadi jauh lebih kritis dari saya sekarang,” ucapnya sambil terkekeh.
“Itu sebabnya, beberapa media yang dulu adalah penabuh gendang Pak Jokowi, sekarang menjadi sangat kritis,” tambahnya.
Pakar ekonomi senior ini menyampaikan alasan kekecewaan yang lain adalah penanganan pandemi Covid-19 yang jelek.
“Majalah Forbes bahkan menempatkan Indonesia di urutan 97 dari 100 negara. Berbagai media luar negeri juga mengeritik keras buruknya penanganan pandemi di Indonesia. Padahal dulu mereka banyak memuji Pak Jokowi,” bebernya.
“Saya juga mengkritik kedua isu di atas. Rasa-rasanya sih kritik saya keras juga. Tapi sekarang saya malah kalah keras kritiknya dibanding mereka,” tandasnya. [Democrazy/pjst]