Penyebabnya, Ahok sudah menyandang status narapidana kasus penistaan agama dengan dakwaan lima tahun penjara.
Ahok sudah paham benar aturan itu. Dia juga betul-betul tahu diri dengan statusnya tersebut.
Tapi, saat ditanya apa yang akan dilakukannya kalau jadi presiden? Komisaris Utama Pertamina ini langsung membeberkan semua rencananya. Dengan rinci dan jelas seperti seorang capres yang ditanya visi misinya.
Hal itu terungkap saat menjadi narasumber acara bincang-bincang seniman Butet Kertaradjasa.
Untuk sesi wawancara ini, Butet yang tinggal di Yogyakarta sengaja menyambangi rumah Ahok di bilangan Jakarta Timur.
Video wawancara tersebut kemudian diunggah ke YouTube Butet pada 11 Oktober lalu dengan judul yang bombastis: Kalau Ahok Jadi Presiden, Apa yang Dilakukan?
Dalam video berdurasi 13 menit itu, Butet sebenarnya lebih banyak bertanya kiprah Ahok di Pertamina.
Sekali, ia juga menyinggung pengalaman Ahok di penjara sebagai napi penista agama.
Nah, menurut Butet, Ahok itu manusia yang sudah punya pengalaman panjang. Baik sebagai bupati, anggota DPR, gubernur, dan petapa di Mako Brimob.
"Andaikan Pak Ahok ini punya kesempatan menjadi RI 1, kira-kira apa yang paling signifikan diperbaiki atau direvolusi?" tanya Butet.
Ditanya begitu, Ahok yang mengenakan masker tersenyum. Tak terlihat giginya karena tertutup masker.
"Waduh," katanya mengawali jawaban atas pertanyaan menohok itu.
Lalu, Ahok membeberkan semua rencananya jika jadi presiden. Pertama, Ahok ingin melakukan pemutihan dosa-dosa lama termasuk para koruptor dan pengemplang pajak.
"Jangan sampai dari rezim ke rezim terus berantem," katanya.
Kedua, soal Pilkada, Ahok ingin calon kepala daerah jujur menyampaikan dari mana asal harta yang mereka miliki.
Seandainya harta warisan tersebut ia dapatkan dari orang tuanya yang dulu sebagai pejabat, Ahok ingin katakan sejujurnya. Dengan pengakuan seperti itu, biarkan nanti rakyat yang putuskan, mau memilih atau tidak.
"Anak pejabat yang korupsi pun belum tentu korup," ujarnya.
Ketiga, Ahok ingin memperbaiki gaji pejabat dengan alat ukur yang jelas. Ia juga berjanji akan menaikkan gaji PNS. Ia juga ingin prajurit TNI/Polri mendapatkan diskon saat berbelanja kebutuhan sehari-hari.
Menjawab pemaparan tersebut, Butet setengah terpana. Ia bertanya lagi, "Apakah ada kemungkinan Ahok menjadi presiden di masa depan?" tanyanya lagi.
Ditanya begitu, Ahok tahu diri. Mungkin merasa masih sulit mencapai ke arah sana.
"Saya masih bisa jadi presiden, presiden direktur," selorohnya.
Yang pasti, kata Ahok, sekarang ini ada narasi hilang. Ada anggapan seolah-olah dia bukan orang Indonesia asli.
Padahal, menurutnya, sebagai manusia harus berguna bagi semua orang tanpa harus melihat keyakinannya.
"Jadi enggak usah suruh saya menunjukkan iman saya, saya akan tunjukkan bahwa ini perbuatan saya, Anda akan tahu iman saya seperti apa," tandasnya.
Lalu, mungkinkah Ahok menjadi presiden? Pengamat hukum tata negara, Margarito Kamis, mengatakan bahwa yang harus diperhatikan dalam persoalan ini adalah Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu.
Syarat-syarat untuk menjadi calon presiden dan calon wakil presiden sudah diatur dalam undang-undang tersebut.
Menurut Margarito, yang harus dilihat dari undang-undang tersebut adalah ancaman hukuman 5 tahun.
Jadi merujuk undang-undang tersebut, meski vonis hanya dua tahun, seseorang tetap tidak bisa menjadi Capres atau Cawapres selama pernah diancam hukumannya lima tahun penjara.
Dalam kasus penodaan agama, Ahok divonis dua tahun dan dinyatakan melanggar Pasal 156 huruf a KUHP yang ancaman hukumannya lima tahun.
"Jadi mau vonisnya dua tahun atau enam bulan, itu soal lain," kata Margarito. [Democrazy/rmco]