Instruksi ini pun mendapatkan banyak kritikan, termasuk datang dari Wakil Ketua MPR, Ahmad Basarah yang meminta Pak Kadin untuk mencabut instruksi tersebut.
“Kita tahu kalau penulis bukut tersebut adalah seorang tokoh organisasi yang dibubarkan oleh Pemerintah karena asas organisasi dia yang bertentangan dengan Pancasila,” ucap Ahmad Basarah.
Basarah menganggap hal yang lumrah jika kemudian banyak kontroversi bermunculan karena banyak kalangan menduga buku tersebut adalah bagian dari propaganda yang dilakukan oleh pengusung ideologi transnasional.
Kepala dinas yang bersangkutan diketahui menmberikan himbauan kepada para siswa untuk membaca buku Felix Siauw tentang sejarah ketujuh Turki Utsmani, lalu merangkumnya dan kemudian mengumpulkan rangkuman tersebut sebagai tugas ke sekolah masing-masing.
Setelah itu, dari pihak sekolah diwajibkan memberikan laporan hasil rangkuman para siswa ke Kantor Cabang Dinas Pendidikan Kepulauan Bangka Belitung untuk selanjutnya diteruskan ke Dinas Pendidikan.
Setelah viral dan banyak kecaman, instruksi tersebut diketahui saat ini telah dicabut.
Lebih lanjut Basarah mengatakan jika masih banyak tokoh pada masa lalu yang bisa lebih diteladani oleh para siswa, seperti para pahlawan nasional misalnya.
“Apa kurangnya ketokohan para pahlawan nasional kita seperti Teuku Umar, Bung Karno, Pangeran Diponegoro, Bung Tomo atau Jenderal Soedirman? Kisah keteladanan pahlawan nasional kita yang beragam lebih punya banyak alasan untuk diwajibkan membaca bagi kalangan siswa-siswi,” ujar Basarah.
Tidak lupa Basarah juga mengingatkan kepada para aparatur sipil negara (ASN) untuk bisa selalu taat pada Undang-undang No. 5 Tahun 2014 yakni kewajiban patuh dan taat pada ideologi Pancasila.
Basarah juga mengingatkan terkait adanya sanksi bagi ASN yang ketahuan dan terbukti melakukan pelanggaran pada undang-undang tersebut, yaitu akan dilakukan pemberhentian secara tidak hormat. [Democrazy/Luthfi]