Pengangkatan kontroversial Jokowi ini kemudian menimbulkan banyak kritikan. Pengamat militer dari Institute for Security and Strategis Studies (ISESS), Khairul Fahmi, mengatakah bahwa Presiden Jokowi beserta tim penilai akhir (TPA) terkesan sangat abai terhadap catatan kelam yang dimiliki oleh keduanya.
Khairul menyebutkan bahwa kejadian pada 1996 ketika Tim Mawar melakukan upaya penghilangan paksa terhadap sejumlah aktivis tidak akan pernah dilupakan dari ingatan masyarakat.
Menurut Khairul hal ini seharusnya bisa dijadikan sebagai bahan pertimbangan dalam mengangkat pejabat meskipun secara aturan memang tidak ada yang dilanggar dalam pengangkatan kedua anggota Tim Mawar tersebut.
Di lain sisi, Khairul menganggap jika isu pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) yang terjadi di masa lampau itu sering sekali menggantung dan tidak pernah ada upaya untuk menyelesaikannya secara tuntas.
Menurut Khairul, masalah penculikan serta penghilangan paksa itu pada akhirnya hanya akan menjadi sebuah masalah, perdebatan panjang serta gorengan hangat politik yang tak akan pernah menemui titik temu untuk mengungkapkan kebenaran melalui jalur hukum
Selain itu, Khairul juga mengungkapkan, dari jajaran anggota Tim Mawar yang paling jelas dipecat adalah Bambang Kristiono yang berposisi sebagai Komandan Tim. Sementara Yulius Selvanus memang juga mendapatkan hukuman tambahan pemecatan, namun pada akhirnya pemecatan tersebut batal di tingkat banding.
“Ini artinya Yulis Selvanus ini tidak kehilangan haknya sebagai anggota TNI meski dirinya sedang menjalani hukuman,” tutur Khoirul.
Hal yang sama juga berlaku pada Dadang Hendrayuda dimana dirinya tidak dikenakan hukuman tambahan berupa pemecatan.
“Jadi artinya adalah mereka ini clear. Hukuman sudah dijalani, dan selanjutnya kembali aktif menjalani karir mereka,” imbuh Khairul.
Nah dengan kondisi semacam ini Khairul lantas menyayangkan, bahwa mengapa hal-hal seperti ini justru minim publikasi sehingga masyarakat tidak mengetahui secara pasti. [Democrazy/Luthfi]