Dalam sebuah wawancara dengan stasiun televisi, Gatot mengungkapkan bahwa dirinya sempat dihubungi oleh Ketua DPR pada waktu itu yakni Setya Novanto terkait surat rekomendasi langsung dari presiden.
“Jadi saat itu saya sedang berada di Denmar, sore hari saya dapat telepon dari Pak Ketua DPR Setya Novanti, beliau bilang gini, ‘Pak Gatot, ini saya dapat surat dari presiden, singkatnya saya buka ya. Kemudian disebutkan bahwa isinya adalah presiden mengajukan Jenderal TNI Gatot Nurmantyo KSAD sebagai calon tunggal Panglima TNI’,” ucap Gatot.
Setelah membacakan surat rekomendasi dari presiden, Setya Novanto lantas langsung menanyakan kepada Gatot apa tindakan selanjutnya. Tidak disangka, Gatot justru meminta untuk merobek saja surat tersebut.
“Lalu beliau tanya, ‘Surat ini harus saya gimanakan?’ Lantas saya jawab,’Ada dua opsi Pak Ketua. Pertama, sobek-sobek saja lalu buang ke tempat sampah. Atau yang kedua, terserah Pak Ketua karena saya memang tidak berkeinginan mendapatkan posisi itu, bukan saya dulu’,” ujar Gatot menirukan percakapannya dulu dengan Setyo Novanto.
Ketika namanya diusulkan menjadi Panglima TNI, Gatot menuturkan bahwa dirinya pernah menanyakan hal ini secara langsung kepada presiden Jokowi.
Sebab saat itu dia mengetahui bahwa Jokowi ini tidak pegang DPR, tidak pegang kepolisian, kejaksaan, bahkan tidak pegang ranah TNI, apalagi KSAD.
“Kita sama-sama tahu kan ya, begitu beliau jadi presiden kan didukung oleh rakyat. Sementara di DPR tidak memiliki partai. Lalu saya diangkat, kemudian kapan saya harus turun itu ya tergantung presiden, jadi memang tidak ada ketentuannya,” ujar Gatot.
“Misalnya saya hari ini diangkat kemudian besoknya diberhentikan itu boleh, itu kan hak prerogatif presiden. Jadi memang pemberhentian oleh presiden itu boleh, bahkan belum masuk masa pensiun juga sah-sah saja,” ungkap Gatot. [Democrazy/Luthfi]