Namun analisis atau interpretasi sejarah bisa memiliki banyak versi.
Memaksakan hanya ada satu versi dari suatu tafsiran sejarah, sebetulnya bukan merupakan persoalan sejarah, melainkan politik.
Hal ini diungkapkan oleh analis politik dan ekonomi, Rustam Ibrahim.
Diketahui bahwa sekurang-kurangnya ada lima versi tentang siapa yang menjadi dalang sesungguhnya Gerakan 30 September 1965.
Rustam menganjurkan kepada anak-anak muda, para generasi milenial untuk membaca serta memahami interpretasi dari semua versi ini.
Kemudian masalah versi mana yang lebih masuk akal dan lebih dipercayai, itu terserah hak masing-masing individu.
Rustam menjelaskan garis besar kelima versi sejarah Gerakan 30 September 1965.
Yang pertama adalah versi rezim Orde Baru. Literatur yang pertama dibuat oleh sejarawan Nugroho Notosusanto serta ahli hukum Ismail Saleh, dimana keduanya merupakan perwira tinggi TNI.
Literatur ini bertajuk Tragedi Nasional Percobaan Kup G30S. Inti dalam penjelasan ini adalah menyebut bahwa skenario PKI sudah lama menginginkan ‘mengkomuniskan’ Indonesia.
Kedua adalah versi yang ditulis oleh seorang ilmuwan bernama Benedict ROG Anderson serta Ruth McVey dari Cornell University.
Versi dari kedua ilmuwan ini kemudian dikenal sebagai Cornell Paper (1971).
Didalamnya terkandung inti bahwa peristiwa Gerakan 30 September 1965 ini adalah puncak konflik internal Tentara Nasional Angkatan Darat (TNI AD).
Lanjut ke versi ketiga, yang antara lain ditulis oleh Antonie Dake.
Dalam Soekarno File Dake (2005) menyebutkan bahwa Soekarno adalah yang merancang peristiwa G30S, membentuk perkomplotan untuk menyelesaikan beberapa perwira tinggi Angkatan Darat yang terlalu anti-komunis.
Sehingga pada akhirnya Soekarno memberikan perintah kepada sejumlah perwira di lingkungannya untuk menyelesaikan masalah tersebut.
Versi keempat, yang kemudian disebut dengan ‘kudeta merangkak’.
Salah satunya dikemukakan oleh Asvi Warman Adam bahwa G30S adalah bagian dari tahap-tahap yang diotaki oleh Soeharto dengan tujuan mengambil alih kekuasaan dari tangan Soekarno.
Terakhir versi kelima, dikemukakan oleh Rustam dalam media sosial, ditulis oleh David T. Johnson: “Indonesia 1965: The Roles of The Unites States Embassy”.
Opsinya adalah membiarkan saja, membujuk Soekarno untuk beralih kebijakan, menyingkirkan Soekarno, merusak kekuatan PKI, mendorong Angkatan Darat untuk merebut kekuasaan serta merekayasa kehancuran PKI sekaligus menjatuhkan Soekarno. [Democrazy/suaracom]